REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Praktik pelarangan jilbab ternyata tidak hanya mendapatkan kecaman di Swedia. Bagi pelaku yang terbukti melakukan pelarangan jilbab, maka bisa mendapatkan hukuman berupa pemberian denda yang lumayan besar.
Ombudsman Kesetaraan Swedia, pada Kamis (8/4), memutuskan untuk mengabulkan gugatan seorang Muslimah yang mengatakan dirinya menghadapi diskriminasi, karena mengenakan jilbab.
Anggota Ombudsman Lars Arrhenius dalam pernyataannya mengatakan sebuah maskapai penerbangan, yang tidak mengizinkan simbol-simbol keagamaan dan menerapkan kebijakan aturan berpakaian seragam, memecat seorang perempuan karena mengenakan jilbab, meskipun lamaran kerjanya diterima, merupakan perbuatan diskriminatif.
“Kesetaraan di pasar tenaga kerja dan kebebasan beragama tidak boleh bertentangan dengan kepentingan pengusaha. Namun, dalam mencari keseimbangan seperti ini, kebebasan beragama harus diutamakan,” ujar dia.
Oleh karenanya, Ombudsman Kesetaraan Swedia memerintahkan maskapai tersebut untuk membayar kompensasi sebesar 150.000 Krona Swedia (Rp225 juta) kepada perempuan tersebut. Perempuan tersebut mengajukan pengaduannya ke Ombudsman tahun lalu, dengan alasan bahwa dia mengalami diskriminasi.
Praktik pelarangan jilbab ternyata tidak hanya terjadi di Eropa. Beberapa waktu terakhir, muncul polemik para Muslimah Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) yang diduga harus melepas jilbab di Indonesia.