Selasa 13 Aug 2024 11:25 WIB

Bijak Memaknai Musibah

Musibah dapat mendatangkan pahala bila dihadapi dengan keimanan dan kesabaran.

ILUSTRASI Seorang anak melintasi puing bangunan yang roboh akibat terdampak musibah gempa.
Foto: ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
ILUSTRASI Seorang anak melintasi puing bangunan yang roboh akibat terdampak musibah gempa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Musibah berasal dari kata musibat dalam bahasa Arab. Ini berakar dari bentuk ashaaba, yushiibu, mushiibatan, yang berarti 'segala yang menimpa pada sesuatu.'

Secara kebahasaan, hal itu dapat berupa kesenangan maupun kesengsaraan. Namun, umumnya dipahami bahwa musibah identik dengan kesusahan. Padahal, nikmat yang dirasakan pada hakikatnya bisa saja menjadi musibah juga.

Baca Juga

Dengan musibah, Allah SWT hendak menguji siapa yang paling baik amalnya. Ini diisyaratkan dalam Alquran.

اِنَّا جَعَلۡنَا مَا عَلَى الۡاَرۡضِ زِيۡنَةً لَّهَا لِنَبۡلُوَهُمۡ اَ يُّهُمۡ اَحۡسَنُ عَمَلًا

"Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami menguji mereka, siapakah di antaranya yang terbaik perbuatannya" (QS al-Kahf: 7).

Ada tiga golongan manusia dalam menghadapi musibah. Pertama, orang yang menganggap bahwa musibah adalah sebagai hukuman dan azab kepadanya. Sehingga, dia selalu merasa sempit dada dan selalu mengeluh.

Kedua, orang yang menilai bahwa musibah adalah sebagai penghapus dosa. Ia tidak pernah menyerahkan apa-apa yang menimpanya kecuali kepada Allah SWT.

Terakhir, orang yang meyakini bahwa musibah adalah ladang peningkatan iman dan takwanya. Golongan yang seperti ini selalu tenang serta percaya bahwa dengan musibah itu Allah SWT menghendaki kebaikan bagi dirinya.

Musibah yang ditimpakan kepada manusia ada dua macam: musibah dunia dan di akhirat. Yang pertama itu dapat berwujud ketakutan, kelaparan, kematian, dan sebagainya. Ini sebagaimana Allah SWT jelaskan dalam surah al-Baqarah ayat ke-155. Artinya, "Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar."

Adapun musibah akhirat adalah orang yang tidak punya amal saleh dalam hidupnya, sehingga jauh dari pahala. Rasulullah SAW pernah bersabda, "Orang yang terkena musibah, bukanlah seperti yang kalian ketahui, tetapi orang yang terkena musibah yaitu yang tidak memperoleh kebajikan (pahala) dalam hidupnya."

Orang yang terkena musibah berupa kesusahan di dunia, jika ia hadapi dengan kesabaran, ikhtiar, dan tawakal kepada Allah SWT, hakikatnya ia tidak terkena musibah. Justru yang ia dapatkan adalah pahala.

Sebaliknya, musibah kesenangan selama hidupnya, jika ia tidak pandai mensyukurinya, maka itulah musibah yang sesungguhnya. Karena, bukan pahala yang ia peroleh, melainkan dosa.

Berkenaan dengan hal tersebut, dalam hadis qudsi, Allah SWT berfirman, "Demi keagungan dan kemuliaan-Ku, Aku tiada mengeluarkan hamba-Ku yang Aku inginkan kebaikan baginya dari kehidupan dunia, sehingga Aku tebus perbuatan-perbuatan dosanya dengan penyakit pada tubuhnya, kerugian pada hartanya, kehilangan anaknya. Apabila masih ada dosa yang tersisa dijadikan ia merasa berat di saat sakaratul maut, sehingga ia menjumpai Aku seperti bayi yang baru dilahirkan."

sumber : Hikmah Republika oleh Deni Rahman
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement