Rabu 07 Aug 2024 14:23 WIB

Sepak Terjang Yahya Sinwar 1980-2024

Yahya Sinwar dianggap sebagai arsitek serangan 7 Oktober terhadap Israel.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Yahya Sinwar
Foto: AP/John Minchillo
Yahya Sinwar

REPUBLIKA.CO.ID,GAZA -- Hamas telah menunjuk pemimpinnya di Gaza bernama Yahya Sinwar, sebagai kepala politik untuk menggantikan Ismail Haniyeh yang diduga kuat dibunuh Israel di Teheran pada lalu.

Pengumuman oleh kelompok Palestina itu muncul pada Selasa (6/8/2024) ketika ketegangan meroket di Timur Tengah, dengan Iran berjanji membalas dendam terhadap Israel atas pembunuhan Haniyeh di wilayahnya.

Baca Juga

Israel belum mengonfirmasi atau membantah keterlibatannya dalam serangan 31 Juli 2024 di Iran.

Dianggap sebagai arsitek serangan 7 Oktober terhadap Israel, Yahya Sinwar sekarang akan mencoba mendorong gerakan itu melalui masa-masa yang tidak pasti di seluruh wilayah dari lokasi yang tidak diketahui di Gaza.

Pemimpin Palestina yang berbasis di Gaza itu adalah musuh publik nomor satu di Israel. Jadi, dengan memilihnya sebagai kepala biro politiknya, Hamas mengirimkan pesan pembangkangan kepada pemerintah Israel.

Namun masih belum jelas bagaimana Yahya Sinwar dapat berkomunikasi dengan sesama anggota Hamas, menjalankan operasi politik harian gerakan tersebut, dan mengawasi negosiasi gencatan senjata Gaza saat bersembunyi.

Para pejabat Israel tidak merahasiakan keinginan mereka untuk membunuhnya.

Lahir pada tahun 1962 di Khan Younis, Sinwar sering digambarkan sebagai salah satu pejabat tinggi Hamas yang paling keras kepala. Ia ditangkap oleh Israel berulang kali pada awal tahun 1980-an karena keterlibatannya dalam aktivisme anti-pendudukan di Universitas Islam di Gaza.

Setelah lulus, Yahya Sinwar membantu mendirikan jaringan pejuang untuk melakukan perlawanan bersenjata terhadap Israel. Kelompok tersebut kemudian menjadi Brigade Qassam, sayap militer Hamas.

Sinwar bergabung dengan Hamas sebagai salah satu pemimpinnya segera setelah kelompok itu didirikan oleh Shaikh Ahmad Yasin pada tahun 1987. Tahun berikutnya, ia ditangkap oleh pasukan Israel dan dijatuhi empat hukuman seumur hidup setara dengan 426 tahun penjara atas tuduhan terlibat dalam penangkapan dan pembunuhan dua tentara Israel dan empat tersangka mata-mata Palestina.

Ia menghabiskan 23 tahun di penjara Israel di mana ia belajar bahasa Ibrani dan menjadi ahli dalam urusan Israel dan politik dalam negeri. Ia dibebaskan pada tahun 2011 sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran tahanan yang membebaskan tentara Israel Gilad Shalit, yang telah ditangkap oleh Hamas.

Setelah dibebaskan, Sinwar dengan cepat naik pangkat di Hamas lagi. Pada tahun 2012, ia terpilih menjadi biro politik kelompok itu dan ditugaskan untuk berkoordinasi dengan Brigade Qassam.

Ia memainkan peran politik dan militer terkemuka selama serangan tujuh minggu Israel terhadap Gaza pada tahun 2014. Tahun berikutnya, Amerika Serikat (AS) melabeli Yahya Sinwar sebagai "teroris global yang ditunjuk secara khusus."

Pada tahun 2017, Yahya Sinwar menjadi kepala Hamas di Gaza, menggantikan Haniyeh, yang terpilih sebagai ketua biro politik kelompok tersebut.

Tidak seperti Haniyeh, yang telah melakukan perjalanan ke berbagai daerah dan menyampaikan pidato selama perang yang terus berlanjut di Gaza, hingga pembunuhan Haniyeh, Yahya Sinwar telah bungkam sejak 7 Oktober.

Namun dalam sebuah wawancara tahun 2021 dengan Vice News, Yahya Sinwar mengatakan bahwa meskipun warga Palestina tidak menginginkan perang karena biayanya yang tinggi, mereka tidak akan "mengibarkan bendera putih."

"Untuk waktu yang lama, kami mencoba perlawanan yang damai dan populer. Kami berharap bahwa dunia, orang-orang bebas, dan organisasi internasional akan mendukung rakyat kami dan menghentikan pendudukan (zionis Israel) dari melakukan kejahatan dan membantai rakyat kami. Sayangnya, dunia hanya berdiri dan menonton," katanya.

Yahya Sinwar kemungkinan menggambarkan Great March of Return, di mana warga Palestina melakukan protes setiap minggu selama berbulan-bulan di perbatasan Gaza pada tahun 2018 dan 2019, tetapi menghadapi tindakan keras Israel yang membunuh lebih dari 220 orang dan melukai lebih banyak lagi.

Ketika ditanya tentang taktik Hamas, termasuk menembakkan roket sembarangan yang dapat membahayakan warga sipil, Yahya Sinwar mengatakan warga Palestina bertempur dengan cara yang mereka miliki. Ia menuduh Israel sengaja membunuh warga sipil Palestina secara massal, meskipun memiliki persenjataan canggih dan presisi.

“Apakah dunia mengharapkan kami menjadi korban yang berperilaku baik saat kami dibunuh, agar kami dibantai tanpa bersuara?” kata Yahya Sinwar, dikutip dari laman Al Jazeera, Rabu (7/8/2024)

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement