Sabtu 03 Aug 2024 15:20 WIB

Negara Arab Sekarang tak Perangi Israel, Dulu Padahal Pernah Kompak Serang Israel

Masalah Palestina merupakan elemen penting dalam konflik Arab-Israel.

Dalam Perang Enam Hari antara Israel dan Palestina, pesawat tempur Israel menyerang kapal AS USS Liberty di perairan internasional di lepas pantai Jalur Gaza, pada 8 Juli 1967.
Foto: USS Liberty Memorial
Dalam Perang Enam Hari antara Israel dan Palestina, pesawat tempur Israel menyerang kapal AS USS Liberty di perairan internasional di lepas pantai Jalur Gaza, pada 8 Juli 1967.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Hari Ahad 5 Juni 1967 menandai peringatan perang di tahun tersebut, yang berlangsung selama 6 hari. Meski 6 hari, dampaknya masih terus berlanjut. Orang-orang Arab menyebut perang ini sebagai "Naksah Haziiron" (Kemunduran Bulan Juni) atau Harbul Ayyaamil Sittah (Perang Enam Hari).

Selama perang, terjadi bentrokan militer antara Israel di satu sisi, dan Mesir, Suriah, Yordania, dan Irak di sisi lain. Dengan bantuan teknis dari Lebanon, Aljazair, Arab Saudi, dan Kuwait.

Baca Juga

Masalah Palestina merupakan elemen penting dalam konflik Arab-Israel, yang diwujudkan dalam perang ini. Karena, wilayah Palestina yang tidak diduduki oleh Israel pada tahun 1948 tunduk pada dua pemerintahan Arab pada saat itu.

Pertama yaitu pemerintahan Mesir yang bertanggung jawab atas Jalur Gaza, dan kedua ialah Yordania, yang bertanggung jawab atas Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur.

Saat ini, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang didirikan pada tahun 1964, beroperasi dari kamp pengungsi di negara-negara diaspora, khususnya di Suriah, Lebanon dan Yordania, dan memimpin operasi komando melawan Israel.

Menurut tulisan cendekiawan Palestina Azmi Bishara, Israel telah menduduki tiga kali lipat wilayah tersebut sejak awal perang yang terjadi pada tahun 1967. Pendudukan Israel kala itu berlangsung dalam waktu 6 hari.

Luas tanah yang diduduki Israel di wilayah bersejarah Palestina pada tahun 1948 berjumlah sekitar 77 persen atau sekitar 20 ribu kilometer persegi dari total luas wilayahnya yang mencapai 27 ribu kilometer persegi.

Penyebab Perang

Sumber sejarah dan politik menyebutkan bahwa tingkat militer Israel mempunyai peran yang menentukan dalam pengambilan keputusan perang tahun 1967, sekaligus menyingkirkan peran Perdana Menteri saat itu, Levi Eshkol.

Perang ini, yang diadopsi oleh militer Israel, terjadi dalam rangka rencana ekspansionis Israel di wilayah tersebut, yang direncanakan sebelum tahun 1967, dan mempelajari implementasinya dengan meluncurkan operasi militer di negara-negara Arab.

Namun di sisi lain, narasi Israel mengklaim bahwa tentara memulai pertempuran untuk tujuan defensif, setelah menilai adanya niat ofensif Arab yang akan menimbulkan ancaman nyata terhadap mereka.

Pihak militer Israel memberikan tekanan untuk melancarkan perang ini, dengan membenarkan perang tersebut karena beberapa alasan, sebagai berikut:

1. Keputusan mantan Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, pada Mei 1967, menutup Selat Tiran untuk navigasi maritim Israel.

2. Pada bulan Mei 1967, pimpinan Mesir meminta penarikan pasukan PBB dari Sinai dan mobilisasi tentara Mesir dalam jumlah besar di wilayah tersebut.

3. Upaya persenjataan Mesir sejak berakhirnya perang tahun 1956, dan dukungannya terhadap Organisasi Pembebasan Palestina.

4. Kembalinya ketegangan di front Yordania pada tahun 1966 menyusul terbunuhnya tiga tentara Israel dalam ledakan ranjau, yang mendorong Israel melancarkan serangan keras di desa Al-Samoui, di bagian utara Tepi Barat, yang menyebabkan kematian 50 warga Yordania.

5. Serangan gerilya Suriah terhadap koloni Israel.

Pecahnya Perang

Pada pagi hari tanggal 5 Juni 1967, Israel melancarkan serangan langsung terhadap angkatan udara Mesir, Suriah, Irak, dan Yordania. Serangan pertama bertujuan untuk menyingkirkan Angkatan Udara Arab dari pertempuran tersebut, dan untuk memastikan monopoli Israel atas wilayah udara Arab untuk melancarkan serangan terhadap pasukan darat dan pangkalan militer.

Akibat serangan ini, angkatan udara di negara-negara tersebut hancur, dan tentara Israel melanjutkan rencananya ke tahap kedua, yaitu mengebom lokasi artileri Mesir, Suriah, dan Yordania.

 

sumber : Al Jazeera
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement