Rabu 24 Jul 2024 06:06 WIB

Ancaman Houthi Bom Saudi, Gus Fahrur: Semoga tak Terjadi, Saudi Juga Harus...

Saudi pernah jadi kekuatan besar mengecam penjajahan Israel.

Rep: Muhyiddin, Ahmad Syalaby Ichsan/ Red: Erdy Nasrul
Pasukan dan pendukung Houthi menyuarakan bela Palestina.
Foto: AP Photo/Osamah Abdulrahman
Pasukan dan pendukung Houthi menyuarakan bela Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Belum lama ini, melalui video yang tersebar di X, Kelompokk Houthi di Yaman mengeluarkan ancaman akan membom infrastruktur strategis di Arab Saudi jika negara itu terbukti membantu Israel dan negara-negara Barat terkait esklasi konflik beberapa hari terkahir ini.

Beberapa sasarannya adalah Bandara Internasional King Khalid di Riyadh, Bandara Internasional King Abdulaziz di Jeddah, Bandara Internasional King Fahd di Dammam, dan juga beberapa pelabuhan di Ras Tanura, Jizan, dan Jeddah.

Baca Juga

Ancaman itu dikeluarkan Houthi, setelah Militer Israel membombardir Pelabuhan Hudaidah dan sejumlah infrastruktur di Yaman.

Merespons hal tersebut, Pengurus PBNU KH Fahrur Rozi berharap semoga ancaman tersebut tidak terjadi. Saudi diharapkan tetap berkomitmen untuk mendukung Palestina berdaulat dan lepas dari penjajahan Israel.

“Kita harus mendorong Saudi dan seluruh negara di Timur Tengah mendukung Palestina,” kata Gus Fahrur.

Dia menjelaskan, semua pihak harus mendukung Saudi agar tetap berkomitmen demikian. Negara tempat Tanah Suci umat Islam tersebut harus berada dalam barisan koalisi yang memperkuat kedaulatan Palestina sehingga negara tempat Masjid al-Aqsha berada menjadi terbebas dari belenggu Israel.

Sebagaimana diketahui, Saudi pernah menjadi bandul besar pendukung Palestina ketika dipimpin Raja Faisal bin Abdul Azis as-Saud (wafat 1975). Pada 1973, dengan keteguhan dan keberaniannya Raja Faisal bersama dengan para pemimpin Arab lainnya memberlakukan embargo minyak terhadap negara-negara Barat yang mendukung Israel selama Perang Oktober. Akibatnya, Amerika Serikat mengancam akan menggunakan kekerasan terhadap Arab Saudi.

Pangeran Turki Al-Faisal, yang menjadi penasihat di Istana Kerajaan pada 1973, ketika Raja Faisal mengambil keputusan embargo minyak, mengatakan bahwa raja tidak terguncang oleh ancaman AS dan tetap teguh.

Ketegasan tersebut menjadi tanda bahwa Saudi memiliki komitmen untuk mendukung Palestina merdeka dan menghentikan kebiadaban Israel di Timur Tengah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement