Kamis 18 Jul 2024 09:59 WIB

Kekhalifahan Turki Utsmaniyah Lindungi Kaum Yahudi

Turki Utsmaniyah menyelamatkan kaum Yahudi dari gelombang anti-semitisme.

ILUSTRASI Masjid Biru di Istanbul, Turki. Dahulu, Kekhalifahan Turki Utsmaniyah lindungi kaum Yahudi
Foto: AP Photo/Khalil Hamra
ILUSTRASI Masjid Biru di Istanbul, Turki. Dahulu, Kekhalifahan Turki Utsmaniyah lindungi kaum Yahudi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai sebuah imperium besar, Kekhalifahan Turki Utsmaniyah atau Ottoman berperan cukup dominan kepada dinamika geopolitik disekitar Laut Tengah. Tidak hanya pada bagian timur, tetapi juga barat kawasan perairan Mediterania.

Pada Mei 1453, Mehmed II al-Fatih berhasil memimpin penaklukan atas Konstantinopel. Jatuhnya kota itu menandakan berakhirnya Kekaisaran Romawi Timur atau Bizantium.

Baca Juga

Sementara itu, di Semenanjung Iberia terjadi peristiwa besar beberapa dekade usai takluknya Konstantinopel. Di wilayah yang kini berdiri negara Spanyol dan Portugal itu, negeri (taifa) Islam terakhir, yakni Granada, dapat dikuasai aliansi kerajaan-kerajaan Katolik. Para sejarawan menyebut momen ini sebagai "penaklukan kembali Andalusia" atau Reconquista.

Berita tentang keadaan di Iberia telah sampai kepada al-Fatih. Bagaimanapun, barulah pada masa penerusnya, sultan Beyezid II (1481-1512), Ottoman mulai mengambil tindakan nyata: menyelamatkan umat Islam Andalusia.

Sebab, begitu berkuasa, pihak kerajaan Katolik memberlakukan persekusi massal atas penduduk Muslim Andalusia. Mereka dipaksa berpindah agama atau hengkang dari Iberia. Bila melawan, mereka akan dibunuh.

Yang luar biasa, jasa Ottoman tidak hanya menolong kaum Muslimin dari serangan kaum pendukung Reconquista. Kerajaan Islam tersebut juga secara terbuka menerima para pengungsi Yahudi Andalusia, yang hendak menyelamatkan diri dan agamanya dari kejaran ekstremis Katolik di sana.

Setelah dekret diberlakukan, kedua motor Reconquista yakni raja Ferdinand II Isabella I memulai persekusi massal. Umat Islam dan Yahudi menjadi sasaran. Bahkan, kaum Yahudi tetap saja diancam karena dituding berpura-pura menjadi Katolik.

Mendapati berita tentang gelombang anti-semitisme demikian, sultan Beyezid II mengizinkan puluhan ribu pengungsi Yahudi dari Iberia (disebut sebagai Yahudi Sefardim) untuk menetap di kota-kota yang dikuasai kesultanan, termasuk Konstantinopel, Bursa, Damaskus, dan Kairo.

Daerah-daerah di Semenanjung Balkan yang telah ditaklukkan Ottoman juga dibukanya untuk kedatangan kelompok-kelompok imigran Yahudi Sefardim. Malahan, mereka pun dipersilakan untuk tinggal di Baitul Makdis alias Yerusalem. Alhasil, populasi kaum Yahudi di kota suci itu meningkat pesat, yakni dari semula sekitar 70 keluarga pada 1488 menjadi 1.500 keluarga pada awal abad ke-16 M.

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement