Rabu 26 Jun 2024 06:46 WIB

Generasi Muda Indonesia Diajak Menikah di Usia yang Tepat

Nikah harus dilakukan dengan persiapan yang matang.

Menikah sederhana di KUA. Sebelum menikah di KUA, calon pengantin perlu meminta izin dan memberikan pemahaman kepada orang tua. (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
Menikah sederhana di KUA. Sebelum menikah di KUA, calon pengantin perlu meminta izin dan memberikan pemahaman kepada orang tua. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional, Wahidin mengimbau generasi muda untuk menikah pada usia yang tepat, yaitu minimal 21 tahun untuk wanita dan 25 tahun untuk pria.

"Juga setelah menikah memperhatikan risiko kehamilan empat terlalu (4T) terlalu muda, terlalu tua usia kehamilan, terlalu rapat jarak usia kehamilan dan jangan terlalu banyak melahirkan," kata Wahidin dalam pembukaan Ajang Kespro Kawula Muda (AKUKAMU) dan Apresiasi Bidan, Edukasi dan Pelayanan KB Pasca Persalinan (ASIK KBPP) di Semarang, Selasa.

Baca Juga

BKKBN, kata dia, tidak pernah menghalangi orang untuk menikah, namun selalu menganjurkan menikah di usia yang tepat dan memperhatikan usia ideal ibu melahirkan pada rentang 21-35 tahun.

Menurut Wahidin, hamil di usia terlalu muda kurang dari 20 tahun, kondisi panggul belum berkembang secara optimal dan kondisi mental yang belum siap menghadapi kehamilan dan menjalankan peran sebagai ibu.

"Terlalu tua bila ibu hamil pertama sudah usia 35 tahun," kata menambahkan.

Adapun T berikutnya, lanjut dia, adalah jarak yang terlalu dekat antara kehamilan satu dengan berikutnya, yakni kurang dari dua tahun.

"Kemudian, terlalu banyak, artinya ibu pernah hamil atau melahirkan lebih dari empat kali. Semuanya akan memiliki risiko bagi kesehatan ibu dan janin," imbuhnya.

Saat ini, kata dia, jumlah remaja usia 10 – 24 tahun sebesar 67 juta jiwa atau sebesar 24 persen dari total penduduk Indonesia (Sensus Penduduk 2020).

"Perlu dilakukan upaya-upaya untuk melindungi remaja dari risiko atau permasalahan kesehatan reproduksi," kata dia.

Wahidin merinci contoh permasalahan kesehatan reproduksi yang dapat ditimbulkan oleh perkawinan anak, seperti Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS.

"Kemudian masalah kesehatan mental seperti bias gender dan identitas seksual, kekerasan seksual, dan 'cyberbullying'," kata dia.

Lebih lanjut, Wahidin mengatakan, saat ini media sosial telah menjadi akses utama masyarakat dalam memperoleh informasi. Kehadiran media sosial tidak dipungkiri dapat membuka potensi kreativitas remaja.

"Tidak hanya sebatas digunakan sebagai hiburan, melainkan juga menjadi media edukatif, informatif, serta inspiratif jika dimanfaatkan dengan baik," katanya menambahkan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement