Menurut al-Muqqadasi, ketika dikuasai peradaban Islam, di kota itu terdapat masjid yang luas dan indah yang berdiri di pusat perdagangan. Lantainya dari kerikil dan batu yang disusun rapat.
Pada zaman kekuasaan Islam, kata dia, orang-orang yang menderita kudis atau borok dapat datang ke Tiberia dan berendam di air panas selama tiga hari. "Setelah itu, lakukanlah pada musim semi ketika airnya dingin. Maka, mereka menjadi sembuh."
Pada 1220, ahli geografi dari Suriah, Yakut, menulis Tiberia sebagai kota yang kecil, panjang, dan sempit. Ia juga menggambarkan tentang mata air panas dan asin. Kota itu merupakan bekas kuburan kuno. Hal ini dianggap najis oleh bangsa Yahudi sehingga mereka tidak mau tinggal di sana.
Antipas memaksa sebagian dari orang Yahudi yang berada di Galilee untuk tinggal di kota tersebut. Namun selama beberapa tahun berikutnya, orang-orang Yahudi ini dijauhi.