Senin 08 Apr 2024 21:00 WIB

Ini Hasil Silaturahim PWNU DIY dengan Pimpinan Jamaah Aolia Soal Penetapan Idul Fitri

Mbah Ibnu menyampaikan alasan kenapa menetapkan awal dan akhir Ramadhan.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Umat muslim jamaah Masjid Aolia melaksanakan ibadah Shalat Idul Fitri di Giriharjo, Panggang, Gunung Kidul, D.I Yogyakarta, Jumat (5/4/2024). Jamaah Masjid Aolia menetapkan jatuhnya 1 Syawal 1445 H pada Jumat (5/4/2024) didasari petunjuk dari pimpinan jamaah Masjid Aolia, KH Raden Ibnu Hajar Sholeh atau yang biasa dikenal dengan nama Mbah Benu.
Foto: ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko
Umat muslim jamaah Masjid Aolia melaksanakan ibadah Shalat Idul Fitri di Giriharjo, Panggang, Gunung Kidul, D.I Yogyakarta, Jumat (5/4/2024). Jamaah Masjid Aolia menetapkan jatuhnya 1 Syawal 1445 H pada Jumat (5/4/2024) didasari petunjuk dari pimpinan jamaah Masjid Aolia, KH Raden Ibnu Hajar Sholeh atau yang biasa dikenal dengan nama Mbah Benu.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Katib Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), KH Fajar Abdul Bashir menyampaikan hasil silaturahim tim PWNU DIY dengan Pemimpin jamaah Aolia, Raden Ibnu Hajar Shaleh atau Mbah Benu. Pasalnya, baru-baru ini Mbah Benu menetapkan Hari Raya Idul Fitri jauh lebih awal dibandingkan dengan ormas Islam pada umumnya di Indonesia. 

"Alhamdulillah, silaturahim klarifikasi dan mitigasi Mbah Ibnu Hajar (Mbah Benu) berjalan lancar. Mbah Ibnu menyampaikan alasan kenapa menetapkan awal dan akhir Ramadhan selisih lima hari dari yang lain," kata Kiai Fajar dikutip dari akun Facebooknya, Senin (8/4/2024).

Baca Juga

Menurut Kiai Fajar, Mbah Benu menjawab sebagaimana yang telah beredar di media bahwa penetapan awal dan akhir Ramadhan berdasarkan "kontak" batin dengan Allah, yang mana Mbah Benu telah mengatakan wushul (sampai) kepada Allah.

"Peringkat wushul ilallah (sampai kepada Allah) itu katanya dia dapatkan pada tanggal 21 November 2021 ketika ziarah dimakam Syech Jumadul Kubro dan kontak dengan Syech Assamarqandi. Jadi, sejak itu dia selalu melakukan 'kontak' dengan Allah setiap ada tamu yang akan meminta nasihat," jelas Kiai Fajar. 

Setelah mendengar klarifikasi Mbah Benu, Kiai Fajar pun menyimpulkan bahwa ada masalah yang mukholifussyar'i tentang masalah wushul atau "kontak" dengan Allah. Maka, Kiai Fajar pun menjelaskan bagaimana metodologi penentuan awal dan akhir bulan Ramadhan sesuai dengan apa yang didawuhkan Allah dan Rasul-Nya.

"Beberapa dalil saya cuplik baik Alquran maupun haidits tentang metode penentuan awal dan akhir Ramadhan. Selanjutnya saya teruskan tentang bab wushul ilallah itu haq sesuatu yang benar, namun bahwa wushul ilallah tetap tidak bisa lepas dari syariat," ucap Kiai Fajar. 

"Orang yang mengaku wushul ilallah, lepas dari syariat, seperti layangan putus," ujar dia. 

Dia menuturkan, Rasulullah Muhammad SAW adalah seorang Nabi dan Rasul. Tidak ada orang yang wushulnya melebihi Nabi Muhammad, namun dalam menentukan awal dan akhir bulan tetap menyuruh sahabat melakukan ru'yatul hilal.

"Nabi tidak melakukan 'kontak' batin kepada Allah SWT, tapi menyuruh sahabat melihat hilal. Nabi perintah melihat hilal itu merupakan wahyu dari Allah," ucap Kiai Fajar.

Artinya, lanjut dia, penetapan awal dan akhir bulan melalui ru'yatul hilal itu merupakan wahyu dari Allah. Sebab apa yang dilakukan Nabi Muhammad baik perkataan, perbuatan, maupun diamnya, merupakan wahyu.

"Meskipun agak sulit menjelaskan, karena selain faktor usia, juga karena sudah berkurang pendengarannya, alhamdulillah Mbah Ibnu Hajar sudah mulai taslim. Saya menilai tidak cukup satu atau dua kali, tapi perlu beberapa kali menjelaskan," kata Kiai Fajar.

Secara umum, menurut dia, sosok yang supel, mudah komunikasi, suka bergurau, dan terbuka. Menurut Kiai Fajar, Mbah Benu tdk sulit menerima masukan. Akan tetapi, kata dia, keyakinan "kontak" dengan Allah itu belum bisa hilang 100 persen. Masih perlu sering dimitigasi, agar bisa kembali ke syariat secara utuh. 

Kemudian, Kiai Fajar juga menyampaikan bahwa jika keyakinan Mbah Benu tidak bisa hilang, ke depannya pihaknya menyarankan agar keyakinan itu dipakai secara pribadi, tidak mengajak yang lain. Jika pun ada jamaah atau masyarakat yang bertanya, maka Mbah Benu pun bisa menyarankan agar mengikuti ketetapan NU dan pemerintah. 

"Hal ini agar tidak banyak lagi masyarakat yang mengikuti ijtihad "kontak" batin tersebut. Dan alhamdulillah Mbah Ibnu Hajar menyepakati hal-hal ini," ujar Kiai Fajar.

"Untuk hal-hal lain, kami tidak menemukan kejanggalan, seperti shalat, dzikir yang dibaca, dan syariat lainnya masih sama sebagaimana syariat pada umumnya. Semoga kita semua mendapatkan petunjuk Allah SWT," jelas Muassis Ponpes Harapan Ar-Risalah Pandak, Bantul ini.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement