Ahad 03 Mar 2024 01:37 WIB

YPRA Usul Ada Regulasi tentang Ta'zir untuk Cegak Kekerasan di Pesantren

Tewasnya santri akibat dianiaya seniornya rawan terulang kembali.

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Muhammad Hafil
ilustrasi:ekonomi syariah - Pengurus pondok pesantren memberikan pakan ikan pada gerakan ekonomi Pesantren di Lahan Pertanian Ponpes Idrisiyyah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Foto: Antara/Adeng Bustomi
ilustrasi:ekonomi syariah - Pengurus pondok pesantren memberikan pakan ikan pada gerakan ekonomi Pesantren di Lahan Pertanian Ponpes Idrisiyyah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID,KEDIRI--Pembina Yayasan Pesantren Ramah Anak (YPRA), KH Rakhmad Zailani Kiki atau Ustaz Kiki menilai kasus kasus kekerasang yang kerap terjadi di pesantren tewasnya karena belumnya adanya regulasi yang mengatur tentang ta`zir atau hukuman bagi santri. Baru-baru ini santri asal Banyuwangi, Bintang Balqis Maulana tewas yang diduga dianaiya seniornya di salah satu pondok pesantren di Kediri, Jawa Timur.

Menurut ustaz Kiki tewasnya Bintang tak terkait langsung karena pesantren tersebut tidak berizin. Pasalnya, kasus seperti ini bukan kali ini saja terjadi. Dari catatan YPRA, di beberapa Ponpes besar juga terjadi kekerasan meskipun mereka berizin.

Baca Juga

"Jadi, tewasnya santri akibat dianiaya seniornya rawan terulang kembali di berbagai pesantren di Indonesia selama belum ada regulasi berupa Peraturan Menteri Agama atau PMA yang mengatur tentang ta`zir atau hukuman bagi santri,” ujar Ustaz Kiki dalam keterangan persnya yang diterima Republika.co.id.

Lebih lanjut, Ustadz Kiki menyatakan bahwa untuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di pesantren, sudah ada regulasinya, yaitu Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 Tahun 2022 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan Pada Kementerian Agama. PMA ini sudah sangat rinci dan lengkap walaupun dalam pelaksanaannya sampai hari ini masih banyak kendala dan masih terus dicermati efektivitasnya.

Menurut Ustadz Kiki, ta'zir berasal dari bahasa arab, yaitu "az-zara" yang berarti menolak atau mencegah. Di pesantren ta'zir dimaknai sebagai hukuman bagi santri yang melanggar. Ta`zir ini seharusnya  merupakan konsekuensi yang mendidik, bersifat menambah pengetahuan, memperkuat moral dan mental santri.

Banyak sekali bentuk-bentuk ta`zir yang diterapkan oleh pengurus berbagai pondok pesantren di Indonesia kepada para santrinya sampai saat ini. Namun sebagian masih menerapkan hukuman kekerasan fisik kepada santrinya.

 

“Seharusnya, Kementerian Agama RI juga mengeluarkan PMA tentang ta`zir atau hukuman bagi santri, dan ini sudah sangat mendesak," katanya.

Sebab dari kasus-kasus yang diadukan oleh orang tua atau wali santri ke YPRA  masih banyak pesantren yang menerapkan ta`zir kepada santri berupa kekerasan fisik yang sudah menjadi tradisi di pesantren tersebut, seperti memukul, menampar, menendang dan lain sebagainya yang terkadang di luar batas kewajaran. Dan PMA tentang ta`zir ini juga harus mengatur bahwa ta`zir bukanlah hukuman, melainkan konsekuensi mendidik yang dalam pelaksanaannya  tidak boleh dilakukan oleh santri senior, tetapi oleh pengasuh, ustadz, ustadzah, musyrif, musyrifah, muaddib atau muaddibah yang memiliki kompetensi sebagai konselor. Tuturnya. Rahmat Fajar

Ulama Prof Dr M Quraish Shihab mengatakan pentingnya umat Islam mengeluarkan zakat dari penghasilan dalam menyambut bulan suci Ramadhan.

"Ketika Allah memerintahkan untuk memberi, ada dua, ada pemberian zakat, ada pemberian selain zakat. Berikan itu (zakat) dari upahmu, kecil atau besar," kata dia dalam acara Tarhib Ramadhan di Jakarta, Sabtu.

Ia mengatakan Tuhan tidak meminta semua harta benda umatnya, melainkan hanya 2,5 persen.

"Dalam firman-Nya, Tuhan tidak meminta semua hartamu, Tuhan juga tahu kamu bakal kikir kalau diminta semua hartamu, tetapi Tuhan hanya minta sedikit, itu 2,5 persen," katanya.

Meski demikian, pihaknya meminta umat agar jangan merasa kecil atas secuil harta yang diamalkan.

"Boleh jadi sedikit yang anda beri, lebih bernilai dari yang banyak. Jangan pernah merasa yang sedikit itu tidak bisa menjadi besar," kata mantan Menteri Agama RI ini.

Ia mendorong umat Islam agar menyisihkan sebagian hartanya untuk diberikan kepada mustahik atau orang yang berhak menerima zakat dalam menyambut bulan suci Ramadhan.

"Cara kita menyambut Ramadhan, kita cari siapa yang wajar diberi," kata Quraish Shihab yang juga cendekiawan Islam Indonesia itu.

Menurut Quraish Shihab, ada dua penyaluran zakat, yakni pemberian ke penerima secara langsung dan melalui amil atau organisasi zakat.

"Saya katakan dua-duanya bagus, kalau memberi langsung ada risikonya, seandainya zakat yang anda berikan dicuri orang, maka wajib anda untuk membayar zakat lagi. Kalau diberikan ke amil, maka amil itu telah mewakili fakir miskin, sehingga kalau (zakat) tidak sampai, tugas anda sudah selesai. Itu keistimewaannya," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement