Senin 12 Feb 2024 13:15 WIB

Operasi Pembebasan Sandera Israel Tewaskan Puluhan Orang di Rafah

Serangan tersebut menewaskan 37 orang dan melukai puluhan orang lainnya.

Rep: Lintar Satria/ Red: Setyanavidita livicansera
Warga Palestina membawa orang terluka yang pulih dari reruntuhan rumah mereka setelah serangan Israel, di kamp pengungsi Rafah, Jalur Gaza selatan, (9/2/2024).
Foto: EPA-EFE/HAITHAM IMAD
Warga Palestina membawa orang terluka yang pulih dari reruntuhan rumah mereka setelah serangan Israel, di kamp pengungsi Rafah, Jalur Gaza selatan, (9/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Israel menggelar operasi pasukan khusus yang membebaskan dua sandera Israel di Rafah sambil menggelar serangan udara. Pejabat kesehatan setempat mengatakan serangan tersebut menewaskan 37 orang dan melukai puluhan orang lainnya di selatan kota Gaza.

Militer Israel mengatakan, operasi gabungan Angkatan Bersenjata Israel (IDF), badan keamanan domestik Israel Shin Bet dan Unit Kepolisian Khusus di Rafah membebaskan Fernando Simon Marman, 60 tahun dan Louis Hare, 70 tahun. Militer menambahkan dua pria yang diculik Hamas dari Kibbutz Nir Yitzhak pada 7 Oktober 2023 dalam kondisi baik.

Baca Juga

Mereka kemudian dibawa ke Kompleks Medis Tel Hashomer. "Ini merupakan operasi yang sangat rumit, sangat lama kami mengerjakan operasi ini, kami menunggu sampai kondisi yang tepat," kata juru bicara militer Israel Letnan Kolonel Richard Hecht, Senin (12/2/2024).

Hecht mengatakan para sandera ditawan di lantai dua gedung yang dibobol dengan bahan peledak selama operasi itu. Operasi juga diwarnai baku tembak di sekitar gedung. Ia menambahkan di saat yang sama serangan udara dilakukan untuk mengalihkan musuh agar pasukan dapat masuk gedung.

Warga mengatakan serangan udara menyebabkan kepanikan karena banyak orang yang sedang tidur saat serangan dimulai. Beberapa orang khawatir Israel sudah memulai serangannya ke Rafah.

Warga menambahkan pesawat, tank dan kapal Israel terlibat dalam serangan tersebut. Dua masjid dan beberapa rumah juga diserang. Militer Israel mengatakan mereka menggelar "serangkaian serangan" di selatan Gaza yang sekarang "sudah selesai" tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.

Sebelum serangan ke kota-kota Gaza, militer Israel memerintahkan warga sipil untuk mengungsi tanpa memberikan rencana spesifik kemana mereka harus pergi. Gedung Putih mengatakan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden memberitahu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk tidak menyerang Rafah tanpa rencana spesifik yang kredibel untuk memastikan keselamatan lebih dari 1 juta pengungsi di kota perbatasan Mesir-Palestina itu.

Lembaga kemanusiaan mengatakan serangan ke Rafah akan mengakibatkan bencana. Rafah masih menjadi tempat yang relatif aman di pemukiman Palestina yang kini sudah menjadi puing-puing sejak operasi militer Israel empat bulan yang lalu.

Biden berbicara dengan Netanyahu melalui sambungan telepon selama 45 menit. Pembicaraan ini dilakukan beberapa hari setelah Biden mengatakan respon Israel atas serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober 2023, sudah "keterlaluan" dan mengungkapkan keprihatinan atas tingginya jumlah korban jiwa sipil di Gaza.

Kantor Netanyahu mengatakan perdana menteri itu memerintahkan militer untuk mengembangkan rencana untuk mengevakuasi Rafah dan menghancurkan empat batalion Hamas di sana. Israel mengklaim Hamas membunuh 1.200 orang dan menculik sedikitnya 250 orang dalam serangan 7 Oktober. Israel meresponnya dengan serangan militer yang telah menewaskan lebih dari 28 ribu orang Palestina.

Dalam wawancara dengan stasiun televisi ABC News, Netanyahu mengatakan masih "cukup banyak" dari 132 sandera Israel yang masih ditahan di Gaza yang masih hidup untuk membenarkan perang Israel di wilayah tersebut. Televisi Aqsa yang dikelola Hamas mengutip seorang pemimpin senior Hamas yang mengatakan bahwa setiap serangan darat Israel di Rafah akan "meledakkan" perundingan pertukaran sandera.

Mesir memperingatkan tentang "konsekuensi yang mengerikan" dari potensi serangan militer Israel di Rafah, yang terletak di dekat perbatasannya. "Mesir menyerukan perlunya menyatukan semua upaya internasional dan regional untuk mencegah penargetan kota Rafah, Palestina," kata Kementerian Luar Negeri Mesir.

sumber : reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement