REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – DPP Persatuan Ummat Islam (PUI) berpesan agar kondusivitas saat penyelenggaraan pemilu terus dijaga.
Ketua Umum DPP PUI Nurhasan Zaidi mengatakan, Indonesia sudah memiliki pengalaman dalam menyelenggarakan pemilu.
Karena itu, ia yakin penyelenggaraan pemilu kali ini juga akan berlangsung kondusif. "Jadi kalau agenda politik ya kami lebih kepada bahwa harus dijaga kondusivitas kita ini. Kita kan pemilu sudah biasa ya. Setelah reformasi udah mau enam kali kan. Insya Allah saya yakin bangsa Indonesia ini bangsa yang damai, kondusif. Jadi sangat pengalaman, sudah enam kali pemilu," ujar Hasan usai bertemu Presiden Jokowi, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (6/2/2024).
Ia juga berpesan agar masyarakat terus menjaga persatuan dan persaudaraan selama pemilu berlangsung.
"Jadi pesan kami, jaga ukhuwah, jaga persatuan ya, itu saja. Dan kami optimis sudah enam kali pemilu di era reformasi dan kondusif terus. Jadi tidak ada persoalan," katanya.
Dalam pertemuannya dengan Jokowi, Hasan mengaku tidak membahas soal politik. Ia mengatakan, PUI merupakan organisasi masyarakat yang bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan juga dakwah.
"Jadi kami membicarakan agenda-agenda kualitas pendidikan, kualitas syiar agama dan kualitas sosial kita. Persoalan kemasyarakatan," jelas Hasan.
Menurut Hasan, penyelenggaraan pemilu nanti pun akan berjalan lancar. "Presiden karena enggak ada bicara soal itu. Karena presiden juga meyakini bahwa sudah pengalaman... Lancar-lancar saja insya Allah. Kita berdoa sama sama setiap pemilu lancar. Ya dinamika itu biasa. Karena bangsa Indonesia ini bangsa yang penyabar insya Allah," ujarnya.
Ketua Umum Pengurus Besar Mathla'ul Anwar KH Embay Mulya Syarif mengajak seluruh masyarakat untuk menjadikan Pemilu 2024 sebagai ajang pesta demokrasi yang aman, adil, lancar, dan damai, serta mengingatkan beda pilihan politik tidak boleh menimbulkan perpecahan.
“Masyarakat harus ingat bahwa perbedaan pilihan politik adalah hal yang wajar dalam demokrasi. Kita tidak perlu terpecah belah hanya karena berbeda pilihan. Fanatisme politik yang berlebihan harus dihindari agar tidak memicu konflik,” kata Kiai Embay dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Selasa (6/1/2024).
Sebagai bangsa yang majemuk, Indonesia memiliki sejarah panjang dalam merawat persatuan di tengah keragaman.
Kiai Embay mencontohkan Piagam Madinah yang dibuat Nabi Muhammad SAW sebagai panduan bagi masyarakat Madinah yang multikultural. Piagam Madinah menjadi bukti bahwa perbedaan bisa disatukan dengan kesepakatan dan toleransi.
Indonesia juga memiliki Pancasila sebagai dasar negara yang dianalogikan Embay sebagai "Piagam Madinah versi Indonesia." Pancasila merupakan kesepakatan para pendiri bangsa untuk menyatukan bangsa yang beragam.
“Artinya, mengingkari Pancasila sama dengan mengingkari kesepakatan yang telah menyatukan bangsa ini,” tuturnya.