Ahad 28 Jan 2024 15:35 WIB

Muslim Diajarkan Patuhi Perjanjian Gencatan Senjata, Selama Musuh Patuh

Umat Islam di masa Rasulullah pernah melakukan gencatan senjata.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Massa menggelar aksi solidaritas global untuk Gaza di depan Kedubes Amerika Serikat, Jakarta, Sabtu (13/1/2024). Aksi tersebut merupakan bentuk kepedulian dan dukungan terhadap Palestina dalam menghadapi konflik dengan Israel. Massa juga menuntut gencatan senjata menjelang 100 hari pembantaian yang dilakukan Israel kepada warga Palestina di Jalur Gaza, membuka blokade secara menyeluruh untuk bantuan kemanusiaan. Selain itu, massa juga ikut mendukung tindakan Afrika Selatan yang menggugat Israel ke Pengadilan Internasional atas dugaan genosida oleh Israel terhadap Palestina di Gaza.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Massa menggelar aksi solidaritas global untuk Gaza di depan Kedubes Amerika Serikat, Jakarta, Sabtu (13/1/2024). Aksi tersebut merupakan bentuk kepedulian dan dukungan terhadap Palestina dalam menghadapi konflik dengan Israel. Massa juga menuntut gencatan senjata menjelang 100 hari pembantaian yang dilakukan Israel kepada warga Palestina di Jalur Gaza, membuka blokade secara menyeluruh untuk bantuan kemanusiaan. Selain itu, massa juga ikut mendukung tindakan Afrika Selatan yang menggugat Israel ke Pengadilan Internasional atas dugaan genosida oleh Israel terhadap Palestina di Gaza.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Alquran pada Surat At-Taubah Ayat 7 menjelaskan bahwa terjadi gencatan senjata antara kaum Muslim dan musyrikin lewat perjanjian Hudaibiyah. Muslim diajarkan mematuhi perjanjian selama musuhnya mematuhi perjanjian.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

Baca Juga

كَيْفَ يَكُوْنُ لِلْمُشْرِكِيْنَ عَهْدٌ عِنْدَ اللّٰهِ وَعِنْدَ رَسُوْلِهٖٓ اِلَّا الَّذِيْنَ عَاهَدْتُّمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِۚ فَمَا اسْتَقَامُوْا لَكُمْ فَاسْتَقِيْمُوْا لَهُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِيْنَ 

Kaifa yakūnu lil-musyrikīna ‘ahdun ‘indallāhi wa ‘inda rasūlihī illal-lażīna ‘āhattum ‘indal-masjidil-ḥarām(i), famastaqāmū lakum fastaqīmū lahum, innallāha yuḥibbul-muttaqīn(a).

Bagaimana mungkin ada perjanjian (damai) untuk orang-orang musyrik di sisi Allah dan Rasul-Nya, kecuali untuk orang-orang yang kamu telah membuat perjanjian (Hudaibiyah) dengan mereka di dekat Masjidil Haram? Selama mereka berlaku lurus terhadapmu, berlaku luruslah pula kamu terhadap mereka. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa. (QS At-Taubah Ayat 7)

Ayat ini menurut Tafsir Kementerian Agama menerangkan, Allah dan Rasul-Nya tidak dapat meneruskan dan memelihara perjanjian dengan orang-orang musyrikin kecuali dengan mereka yang mengindahkan perjanjian di dekat Masjidil Haram. 

Oleh karena itu, sebagai patokan umum yang harus dilaksanakan oleh kaum Muslimin terhadap kaum musyrikin dijelaskan, bahwa jika mereka mematuhi syarat-syarat perjanjian, maka kaum Muslimin pun berbuat demikian pula terhadap mereka.

Allah menyukai orang-orang yang bertakwa, sedang orang-orang yang tidak mengindahkan syarat-syarat perjanjian adalah orang-orang yang berkhianat dan tidak bertakwa kepada Allah SWT.  

Yang dimaksud dengan perjanjian di dekat Masjidil Haram di sini adalah perjanjian Hudaibiyah yang terjadi pada waktu Nabi Muhammad SAW dan sejumlah besar para sahabat pada tahun ke-6 Hijri berangkat dari Madinah menuju Makkah untuk mengerjakan ibadah umrah. Setelah mereka sampai di suatu tempat yang bernama Hudaibiyah, sebelah barat kota Makkah, mereka dicegat dan dihalang-halangi oleh orang-orang kafir Quraisy, sehingga terjadilah perjanjian damai yang dinamakan dengan tempat itu. 

Menurut riwayat Ibnu Abi Hatim bahwa di antara suku Arab musyrik yang mengindahkan perjanjian Hudaibiyah itu adalah suku Bani Damrah dan suku Kinanah, sehingga menurut sebagian mufasir, Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin menyempurnakan perjanjian Hudaibiyah dengan dua suku ini, meskipun telah habis jangka masa empat bulan yang diberikan kepada kaum musyrikin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement