Senin 08 Jan 2024 19:04 WIB

Mungkinkah Seret Zionis Israel Sebagai Penjahat Perang?

Zionis Israel terus lancarkan serangan ke Gaza.

Tentara Israel dengan kendaraan tempur lapis baja mereka berkumpul di posisi dekat perbatasan dengan Jalur Gaza, di Israel selatan, (2/12/2023).
Foto:

Namun, reaksi subjektif mereka dapat di-counter dengan Konvensi Geneva (KG). Berdasarkan beberapa pasal yang dilahirkan pada 12 Agustus 1949 itu, bombardir Israel menabrak beberapa pasal KG, antara lain Pasal 16 (kejahatan terhadap perdamaian dan keamanan umat manusia, termasuk kejahatan agresi), Pasal 17 (kejahatan genosida), Pasal 18 (kejahatan terhadap kemanusiaan), dan Pasal 20 (kejahatan perang). 

Pasal-pasal ini cukup tepat untuk menjerat para pemimpin atau perancang atau pelaksana dari Israel yang melakukan operasi militer di tengah Gaza itu.

Jika kita analisis keempat pasal tersebut, fakta politik menunjukkan bahwa negeri zionis sejak berdirinya pada 14 Agustus 1948 hingga kini terus menciptakan ketidakdamaian, terutama kepada bangsa Palestina, baik secara masif maupun sporadis. 

Sejak pendudukannya pada 1949 di Kota Suci Yerusalem, Israel terus memperluas pendudukannya pada 1967 dengan menguasai seluruh wilayah Palestina, bahkan sampai ke Sinai dan Dataran Tinggi Golan. 

Kejahatan yang dilakukan Israel terhadap kemanusiaan tak pernah berhenti. Bahkan, pada 1982, ketika berhasil mengepung sebagian wilayah Lebanon selatan, masyarakat Palestina di kamp-kamp Sebra dan Satilla menjadi sasaran pembantaian (genosida) dalam jumlah ribuan jiwa.

Jumlah pembantaian etnik ini belum termasuk pembantaian secara militeristik, dalam jarak dekat ataupun jauh seperti yang baru-baru ini dilancarkan. Secara kuantitatif, korban anak bangsa Palestina sudah sulit dihitung. 

Mencermati kejahatan serius Israel itu sungguh tepat memberlakukan keempat pasal KG, apalagi korban yang menjadi sasaran utama serangannya adalah masyarakat sipil. Padahal, menurut Konvensi Geneva IV, jelas-jelas harus dilindungi (the protected persons). 

Tidak hanya dalam waktu perang (bilateral ataupun konflik internal), tapi dalam waktu damai. Apalagi, keberadaan warga sipil dari sebuah negara yang berbeda mempunyai kedaulatan.

Baca juga: Rahasia di Balik 4 Tahapan Larangan Minum Khamar yang Direkam Alquran

Sekali lagi, siapa pun dari unsur Israel yang secara aktif berperan dalam memerintahkan perencanaan, persiapan, inisiasi, atau memicu terjadinya sebuah agresi haruslah bertanggung jawab atas kejahatan agresinya, baik sebagai kepala negara maupun aparat yang menjadi pemimpin (leader) atau penyelenggara (organizer). 

Semua itu harus diseret ke pengadilan militer internasional.Kita perlu meneropong, sampai sejauh mana prospek penyeretan para agresor Israel ke meja hijau internasional? 

Cukup diragunkan...  

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement