Selasa 05 Dec 2023 05:50 WIB

Ini Penyebab Negeri Yaman Diporak-porandakan dan Siapa Paling Diuntungkan? 

Yaman adalah negeri yang sangat memihak kepentingan Palestina

Foto selebaran yang disediakan oleh pusat media Houthi menunjukkan pejuang Houthi menyita kapal kargo Galaxy Leader di Laut Merah lepas pantai Hodeidah, Yaman, (20/11/2023).
Foto: EPA-EFE/HOUTHIS MEDIA CENTER
Foto selebaran yang disediakan oleh pusat media Houthi menunjukkan pejuang Houthi menyita kapal kargo Galaxy Leader di Laut Merah lepas pantai Hodeidah, Yaman, (20/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Yaman merupakan salah satu negeri yang kuat pada awalnya, hingga penggulingan pemerintahan terjadi di negara itu dan muncul koalisi Arab untuk melawan hegemoni Houthi Syiah di kawasan tersebut. Siapa Diuntungkan? 

Kolumnis Yahudi Zvi Bar’el di media Israel, Haaretz, edisi 30 Maret 2015 menulis sejumlah negara Arab sedang membentuk sebuah kekuatan (koalisi) militer yang besar nan kuat, dan untuk pertama kalinya Israel tidak merasa khawatir. "Bukan hanya tidak khawatir, tetapi sebenarnya Israel juga gembira," tulis Bar’el. 

Baca Juga

Menurut Zvi Bar’el, selama beberapa generasi, strategi pertahanan Israel didasarkan pada satu fokus, yaitu untuk menangkal setiap koalisi militer Arab ketimbang militer negara-negara Arab secara individu.

Namun, lanjutnya, Israel justru melihat koalisi yang sekarang sebagai elemen yang tak terpisahkan dari kebijakan pertahanan Israel sendiri. Bahkan, meskipun tidak terlibat dalam koalisi itu, Israel telah mengambil keuntungan dari koalisi militer Arab itu.

Hal yang sama dinyatakan pengamat Israel lainnya, Prof Eyal Zisser. Dalam makalahnya di media Israel Hayom (Israel Today) pada awal April lalu, ia mengatakan, koalisi militer pimpinan Saudi itu adalah “sesuatu yang menggembirakan”.

The Jewish Press yang terbit di Amerika Serikat pekan lalu menyebutkan alasan mengapa Israel menyambut dengan sukacita koalisi bentukan Arab Saudi tersebut. Menurut media yang menyuarakan kepentingan Yahudi itu, koalisi militer Arab untuk menyerang Israel yang pernah dibentuk 65 tahun lalu kini telah dihidupkan kembali. Namun, kali ini bukan untuk menyerang Israel, tetapi membendung pengaruh Syiah di Jazirah Arabia.

"Negara-negara Arab Suni yang menentang Arab Spring adalah mereka yang kini memimpin perang melawan pengaruh Syiah di Timur Tengah," tulis The Jewish Press. The Arab Spring atau al-Rabi’ al-‘Araby adalah revolusi rakyat Arab untuk menentang penguasa diktator otoriter yang berlangsung sejak empat tahun lalu.

Kolumnis dan wartawan senior Mesir, Fahmi Huwaidi, sepakat dengan pandangan The Jewish Press. Di Aljazirah (08/04/2015) ia menyatakan, kawasan Timur Tengah kini memang sedang berubah. Apalagi bila dibandingkan dengan 1950-an hingga 1970-an—tahun-tahun ketika Liga Arab dan Organisasi Konferensi Islam (OKI) didirikan.

Waktu itu salah satu tujuan utama pendirian kedua organisasi atau lembaga itu adalah membantu perjuangan bangsa Palestina memperoleh kemerdekaan dan kedaulatan di tanah airnya sendiri. Tanah air yang telah di-ghasab oleh Zionis Israel. Namun, kini nasib bangsa Palestina bukan lagi prioritas utama bagi bangsa-bangsa Arab dan umat Islam.

Baca juga: Heboh Wolbachia, Ini Tafsir dan Rahasia Nyamuk yang Diabadikan Alquran Surat Al-Baqarah

Mengutip Huwaidi, ada dua perubahan mendasar yang terjadi pada bangsa-bangsa Arab. Pertama, para pemimpin Arab kurang atau bahkan tidak peduli lagi pada nasib bangsa Palestina.

Suasana politik, keamanan, dan bahkan kebatinan bangsa-bangsa Arab sekarang ini menunjukkan bahwa musuh utama mereka adalah pengaruh Syiah, bukan lagi Zionis Israel.

Kedua, kekhawatiran terhadap pengaruh Syiah telah mengakibatkan konflik yang tadinya bernuansa politik kini menjadi konflik antarmazhab atau paham keagamaan, tepatnya antara Suni dan Syiah.

Konflik yang demikian bisa...

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement