Kamis 30 Nov 2023 18:17 WIB

LPBI NU Kelola 2.000 Hektare Hutan Lindung Secara Mandiri

LPBI NU berkomitmen mengelola hutan lindung dengan maksimal.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Erdy Nasrul
Ilustrasi kawasan hutan.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Ilustrasi kawasan hutan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) A'ak Abdullah Al Kudus menjelaskan hutan yang saat ini dikelola bukan berawal dari wakaf tetapi rampasan.

Gus A'ak sapaan akrabnya mengatakan bahwa di Lumajang, Jawa Timur terdapat Gunung Lenongan yang memiliki 2.000 hektare hutan lindung yang tidak terawat. 

Baca Juga

"Bermula dari illegal logging yang dilakukan di hutan lindung mengalami rusak parah, kami tergerak untuk melakukan konservasi dengan melakukan mediasi kepada pemerintah dan Perhutani, tetapi mereka tidak sanggup karena satu sisi bukan menjadi tanggung jawab pemda dan satu sisi Perhutani yang bertanggung jawab tidak memiliki anggaran,"ujar dia dalam acara Talkshow Mosaic, di Jakarta (30/11/2023).

Karena hutan yang rusak harus segera dipulihkan maka LPBI NU merasa terpanggil dan sudah menjadi kewajiban setiap muslim untuk bertanggung jawab menjaga hutan. Karena ketika negara tidak bergerak. Maka rakyat wajib mengambil alih.

Sejak 2008, tim Gus A'ak yang menyebutnya laskar hijau melakukan laku hidup. Karena menjaga hutan bukan hanya program tahunan atau lima tahunan tapi laku hidup yang harus dilakukan setiap hari.

"Ini merupakan tanggung jawab manusia dalam hal ini muslim sebagai khalifah di bumi,"ujar dia.

Lebih jauh, seluruh umat Islam harus bertanggung jawab terhadap kelestarian hutan. Hingga saat ini pembiayaan untuk pengelolaan hutan lindung masih dilakukan secara mandiri mulai dari penyediaan bibit yang disemai hingga tumbuh pohon untuk produksi.

"Alhamdulillah, dari 2.000 hektare hutan lindung yang rusak, saat ini kami telah berhasil menyelamatkan 400 hektare hutan lindung,"ujar dia.

Namun tantangan yang dihadapi laskar hijau saat ini adalah pola pikir masyarakat setempat. Hampir sebagian masyarakat yang masih berorientasi pada produksi kayu sengon karena adanya usaha triplek dibanding produksi hasil hutan yang lebih banyak menghasilkan.

Sehingga edukasi dan sosialisasi memang perlu terus menerus dilakukan kepada masyarakat yang hidup di sekitar hutan lindung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement