Rabu 27 Sep 2023 05:21 WIB

Meningkatnya Islamofobia dan Ketidakpercayaan Terhadap Belanda

Umat Islam di Belanda menunjukkan reaksi dan kekecewaan.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Hafil
 Ilustrasi Islamofobia di Belanda
Foto: Foto : MgRol_92
Ilustrasi Islamofobia di Belanda

REPUBLIKA.CO.ID,ROTTERDAM -- Umat Islam di Belanda menunjukkan reaksi dan kekecewaan terharap pemerintah setempat. Diberitakan sebelumnya bahwa umat Islam dan lembaga-lembaganya telah diselidiki secara rahasia.

Kepala Badan Kontak untuk Muslim dan Pemerintah (CMO) di Belanda, Muhsin Koktas, mengatakan dia tidak terkejut dengan penyelidikan rahasia itu. Terlebih, saat ini terjadi peningkatan Islamofobia dan rasisme di Belanda dan Eropa, setelah tahun 2010.

Baca Juga

“Tidak sia-sia ketidakpercayaan umat Islam terhadap pemerintah terus meningkat akhir-akhir ini. Tampaknya negara juga tidak mempercayai umat Islam. Itulah sebabnya mereka melakukan penyelidikan ini,” kata Koktas dikutip di Anadolu Agency, Ahad (24/9/2023).

Skandal yang muncul dalam diskusi dan pertemuan Kementerian Sosial dan Ketenagakerjaan pada 2022, untuk mendapatkan kembali kepercayaan umat Islam dan otoritas lembaga Islam, disebut sangatlah signifikan.

Ia juga menyebut Islamofobia dan rasisme dapat diamati terjadi di semua institusi pemerintah. Meski Kementerian Sosial dan Ketenagakerjaan berupaya mendapatkan kembali kepercayaan umat Islam dan mengadakan diskusi, di sisi lain Menteri Hukum dan Keamanan Dilan  Yesilgoz mengatakan tidak ada tempat bagi jilbab dalam seragam polisi dan melarangnya.

Tidak hanya itu, menurutnya, insiden rasisme di Kementerian Luar Negeri, serta skandal diskriminasi sistematis di kantor pajak, hanyalah beberapa dari insiden rasisme dan diskriminasi di banyak institusi pemerintah.

Koktas mengatakan akibat rasisme dan diskriminasi di lembaga-lembaga pemerintah, kepercayaan umat Islam terhadap negara juga telah sangat terkikis.

"Pekerjaan yang dilakukan oleh Kementerian Sosial dan Ketenagakerjaan untuk mendapatkan kembali kepercayaan umat Islam tidak boleh terbatas pada satu kementerian saja. Hal ini harus dilakukan di semua lembaga pemerintah. Mereka semua harus memiliki pemikiran yang sama agar perbaikan itu terjadi," lanjut dia.

Dalam lingkungan masyarakat di mana rasisme meningkat, Koktas menilai penting bagi masyarakat yang sensitif untuk mendukung upaya ini. Mendapatkan kepercayaan umat Islam tidak akan mudah, mungkin perlu waktu bertahun-tahun.

Setelah pemilihan umum yang akan diadakan pada 22 November, Pemimpin Partai Rakyat untuk Kebebasan dan Demokrasi (VVD) saat ini, Yesilgoz, mengatakan pihaknya akan melakukan koalisi dengan Partai untuk Kebebasan (PVV). PVV sendiri dipimpin oleh Geert Wilders yang merupakan kelompok sayap kanan anti-Islam.

"Saya bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana kepercayaan umat Islam akan diperoleh jika pemerintahan seperti itu terbentuk,” ujar Koktas.

Ia lantas mengimbau umat Islam di Belanda untuk sadar dan menganggap Belanda sebagai negaranya sendiri, serta menyerukan upaya untuk melindungi dan menjamin hak-hak umat Islam.

Ketua Kelompok Parlemen Partai Denk dan Anggota Parlemen, Stephen van Baarle, menegaskan bahwa penyelidikan rahasia terhadap umat Islam dan lembaga-lembaga Islam ini bukanlah yang pertama.

Ia merasa kaget dengan kenyataan bahwa Kementerian Sosial yang melakukan spionase terhadap komunitas Muslim Belanda secara ilegal, melalui perusahaan swasta. Minggu depan, ia akan mengajukan usul ke DPR agar menteri yang bersangkutan meminta maaf.

"Saya meminta sidang khusus di parlemen mengenai masalah ini, namun sayangnya tidak diterima. Setiap orang yang dimata-matai secara ilegal harus diberi tahu dan diberi kompensasi," ucap dia.

Van Baarle juga menyebut hal ini seolah mengungkap model kebencian terhadap Muslim di dalam pemerintahan. Di masa depan, satu-satunya cara untuk mencegah hal ini adalah dengan memeriksa pemerintah dalam kaitannya dengan kebencian anti-Muslim, serta menyelidiki undang-undang yang mendiskriminasi Muslim.

Kepala Hubungan Luar Negeri Organisasi Pandangan Nasional Komunitas Islam di Wilayah Belanda Selatan, Kenan Aslan, mengutuk penyelidikan tersebut. Dengan terungkapnya kegiatan ilegal ini, komunitas Islam disebut kembali kecewa.

Kementerian disebut telah mengumpulkan informasi melalui cara yang tidak sah. Jalan yang harus ditempuh bagi pemerintah maupun komunitas Muslim dinilai masih panjang.

"Umat ​​Islam akan selalu bersikap transparan, seperti yang terjadi di masa lalu, tetapi kami juga mengharapkan transparansi yang sama dari pemerintah dan pemerintah kota setempat. Sekarang menjadi tugas mereka untuk memperbaiki suasana ketidakpercayaan,” kata Aslan.

Pada 2021 lalu di Belanda, terungkap bahwa pemerintah kota melakukan penyelidikan rahasia terhadap masjid dan institusi milik umat Islam, melalui perusahaan swasta.

Penelitian yang didanai oleh Badan Keamanan dan Kontra Terorisme Belanda (NCTV) dilaporkan dilakukan melalui perusahaan swasta NTA (Nuance door Training and Advies).

Karyawan NTA yang melakukan penelitian di masjid-masjid disebut memperkenalkan diri mereka sebagai jamaah atau pengunjung. Selama penyelidikan, mereka bertemu banyak umat Muslim tanpa mengungkapkan identitas mereka.

Dicatat pula bahwa NTA secara khusus melaporkan temuannya mengenai latar belakang, asal-usul dan pendidikan para imam dan administrator ke pemerintah kota, sebagai “informasi rahasia.”

Menteri Sosial dan Ketenagakerjaan, Karien van Gennip, mengatakan dalam suratnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat minggu ini bahwa lembaga tersebut memutuskan melakukan penelitian tanpa izin terhadap individu, lembaga, serta jaringan komunitas Muslim yang tinggal di negara tersebut pada tahun-tahun sebelumnya.

Ia mengungkapkan kesedihannya atas penyelidikan rahasia terhadap umat Islam dan lembaga-lembaga Islam. Ia juga mengatakan telah mendapat pelajaran untuk masa depan.  

Sumber:

https://www.aa.com.tr/en/europe/rising-islamophobia-distrust-in-netherlands-muslims-react-to-covert-state-surveillance/2999220

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement