Jumat 22 Sep 2023 12:33 WIB

Punya Utang di Pinjol? Ini Dampak Buruk Riba di Dunia

Riba adalah dosa besar yang sudah disepakati ulama atas keharamannya.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Infografis Kabur Saat Ditagih Utang, Bagaimana Hukumnya?
Foto:

"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (Surat Al-Baqarah Ayat 275)

Kiai Masyhuril menyampaikan, beberapa ulama mengatakan ini menjadi isyarat, jika usaha dibangun atas riba, maka akan sangat mudah goyah dan hancur. Usaha itu tidak akan stabil, sebagaimana para pelaku riba juga akan berjalan dengan sempoyongan dan tidak lurus ketika di akhirat kelak.

"Dan masalahnya riba saat ini sudah menjadi dosa dan perbuatan buruk yang sudah dianggap tidak buruk, hal ini yang menjadikan pelaku riba sangat susah disadarkan, karena ia merasa tidak melakukan keburukan, berbeda dengan membunuh dan mencuri, tanpa ada penjelasan agama pun orang sudah akan menganggap itu sebagai sebuah kejahatan," jelas Kiai Masyhuril.

Kiai Masyhuril menegaskan, padahal Islam mengharamkan riba karena kezaliman yang ada di dalamnya. Yaitu ketika uang bisa bertambah tanpa harus ada risiko yang diterima. Berbeda dengan bagi hasil, dua pihak menerima risiko yang sama dan mendapatkan kemungkinan untung yang sama. Sedangkan riba memastikan untung pada satu pihak tanpa ada risiko kerugian yang diterima.

"Di pihak lain ada yang bisa untung dan bisa rugi dengan hal itu, terlebih jika utang riba digunakan untuk kebutuhan konsumtif, bukan produktif. Maka, ini sangat mengeksploitasi orang-orang tidak mampu, nampaknya membantu namun justru memberatkan," ujar Kiai Masyhuril.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement