Rabu 13 Sep 2023 15:14 WIB

Din Syamsuddin: Umat Beragama Harus Berperan demi Dunia Damai

Dialog umat beragama memerlukan paradigma baru.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Mantan ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Profesor Din Syamsuddin
Foto: Republika/Prayogi
Mantan ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Profesor Din Syamsuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kerusakan dunia yang bersifat akumulatif dewasa ini yang membawa ketakteraturan (disorder) dan ketakpastian (uncertainty) masa depan, harus segera ditanggulangi bersama.

Demikian ditegaskan oleh mantan ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Profesor Din Syamsuddin dalam pengantarnya sebagai moderator pada Konferensi Internasional oleh Komunitas Sant' Egidio tentang Tekad Menciptakan Perdamaian (The Audacity of Peace) di Berlin pada 10-12 September 2023. 

Baca Juga

Konferensi dihadiri 500 peserta dari tokoh berbagai agama, ilmuwan, dan aktivis perdamaian dari berbagai negara. Dari Indonesia, selain Din Syamsuddin, juga hadir Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Profesor Abdul Mu'ti, dan Direktur The Wahid Institute Yenni Zannuba Wahid, yang masing-masing tampil pada sesi berbeda.

Pada Pembukaan Konferensi yang dihadiri 2.000-an peserta, tampil menyampaikan pidato kunci antara lain Presiden Federasi Jerman Frank Walter Steinmeier, Syaikh Al-Azhar Profesor Ahmad Al-Tayeb, Presiden Republik Guinea Bissai Umaro El-Mokhtar Embali, dan Pendiri Komunitas Sant' Egidio Profesor Andrea Riccardi.

Menurut Din, sejak berakhirnya Perang Dingin dunia tidak baik-baik saja. Terjadi seratus lebih konflik bersenjata di berbagai belahan dunia, baik atas dasar komunalisme, etnik-kebangsaan, keagamaan, perjuangan memerdekakan diri, maupun atas dasar kepentingan ekonomi dan politik. 

"Maka oleh karena itu, umat berbagai agama harus bersatu padu bahu membahu mengatasi ketiadaan perdamaian," kata Din melalui pesan tertulis yang diterima Republika, Selasa (13/9/2023)

Dalam kaitan ini, Ketua Poros Dunia Wasatiyyat Islam, dialog antarumat berbagai agama harus ditingkatkan. Namun, dialog itu memerlukan paradigma baru, yaitu dialog berasaskan kejernihan, keterbukaan, keterusterangan, dan untuk memecahkan masalah. 

Untuk itu, Ketua Center for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC) ini mengatakan diperlukan kolaborasi semua pihak, termasuk penentu kebijakan, ilmuwan, dan aktivis sosial.

Pada sesi yang sama, tampil Yenni Zannuba Wahid yang menjelaskan tentang pengalaman Indonesia dalam mengembangkan koeksistensi dan toleransi di antara pemeluk berbagai agama. Dengan cara demikian, kata puteri Mantan Presiden Abdurrahman Wahid ini, bangsa Indonesia yang majemuk atas dasar agama, suku, bahasa dan budaya dapat hidup secara damai mewujudkan cita-cita bersama.

Selentingan Moderator yakni Din di hadapan sekitar 300 peserta, termasuk Duta Besar RI untuk Federasi Jerman Arif Havas Oegroseno dan Wakil Perdana Menteri dan Menlu Italia Antonio Tajani, bahwa Yenni Wahid disebut-sebut sebagai Calon Wakil Presiden Indonesia mendapat tepuk tangan dari peserta yang memadati auditorium besar di Berlin itu. Bahkan, pada waktu makan siang atau malam banyak peserta yang datang menyalami Yenni Wahid dan bertanya ke Din apakah hal demikian akan menjadi kenyataan.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Mu'ti yang tampil sebagai pembicara pada sesi lain tentang Seni Hidup Bersama di Dunia Runtuh (The Art of Living Together in a Shatterred World) mendapat respons positif dari audiens. Menurut Guru Besar UIN Jakarta ini, hidup bersama di alam kemajemukan memerlukan seni, dan seni itu dapat menyelamatkan manusia di tengah dunia yang porak poranda.

Konferensi Tahunan Komunitas Sant' Egidio ini sangat bergengsi, selain dihadiri oleh ratusan tokoh teras agama-agama dunia, juga menampilkan tema-tema menarik dan relevan dengan situasi peradaban manusia masa kini.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement