Selasa 05 Sep 2023 07:16 WIB

Kepala BNPT Ingin Pemerintah Kontrol Rumah Ibadah, PGI: Langkah Mundur Demokrasi

Pemerintah justri diminta menindak tegas ujaran kebencian dan aksi intoleran.

Rep: Muhyiddin/ Red: Ani Nursalikah
Ketum PGI Pdt Gomar Gultom
Foto: pgi.or.id
Ketum PGI Pdt Gomar Gultom

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Pendeta Gomar Gultom, merespons usulan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Rycko Amelza Dahniel, yang menghendaki semua tempat ibadah berada di bawah kontrol pemerintah. Menurut dia, usulan tersebut merupakan langkah mundur dari proses demokrasi di Indonesia.

"Merupakan langkah mundur dari proses demokratisasi yang sedang kita perjuangkan bersama pascareformasi 1998," ujar Gomar dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Selasa (5/9/2023).

Baca Juga

Menurut dia, semua elemen bangsa sudah menyepakati demokrasi menjadi sistem atau kendaraan bagi masyarakat Indonesia sebagai bangsa untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. "Dalam masyarakat yang semakin demokratis, negara harus mempercayai rakyatnya untuk bisa mengatur dirinya, termasuk dalam hal pengelolaan rumah ibadah," ucap dia.

Sebelumnya, Rycko mengusulkan semua tempat ibadah di bawah kontrol pemerintah dalam rapat bersama Komisi III DPR pada Senin (4/9/2023). Rycko ingin meniru aturan yang telah berlaku di Malaysia, Singapura, beberapa negara di Timur Tengah, hingga Afrika.

"Pemikiran Rycko yang menghendaki agar pemerintah mengawasi setiap agenda ibadah yang digelar di tempat ibadah serta mengawasi tokoh agama yang menyampaikan dakwah atau khotbah, hanya menunjukkan sikap frustrasi pemerintah yang tak mampu mengatasi masalah radikalisme," kata Gomar.

"Hal sedemikian ini merupakan arus balik dari cita-cita reformasi dan akan membawa kita kepada suasana etatisme pada masa orde baru," jelas dia

Dia menilai, masalah yang dihadapi sekarang ini justru karena kurang tegasnya pemerintah menghadapi berbagai ujaran kebencian yang mendorong budaya kekerasan di tengah masyarakat. Bahkan, perilaku intoleran yang disertai dengan tindak kekerasan, apalagi atas nama agama, sering luput dari tindakan hukum oleh negara.

"Peradaban yang mengedepankan mereka yang bersuara keras, atau mengedepankan kebencian dan kekerasan, ini yang perlu mendapat perhatian kita bersama, untuk segera dihentikan," ujar Gomar.

Daripada memberlakukan usulan Kepala BNPT, menurut Gomar, lebih baik meminta keseriusan dan tindakan tegas pemerintah atas ujaran kebencian, aksi intoleran dan tindak kekerasan, seturut hukum yang berlaku. Selain itu, kata dia, hal lain yang mendesak dilakukan bersama oleh seluruh elemen bangsa adalah pembudayaan cinta damai dan cinta kemanusiaan.

"Menjadi tugas bersama untuk mendidik masyarakat untuk sedia menerima mereka yang berbeda, serta mengakomodasinya dalam membangun hidup bersama, termasuk mengakomodasi kebutuhan akan rumah ibadah, oleh umat beragamana apapun," kata Gomar.

"Di sisi lain, pemerintah pun perlu lebih peka mendengar kritik masyarakat, termasuk dari para tokoh agama atau pendakwah, dan jangan cepat-cepat menghakiminya sebagai bagian dari radikalisme," jelas Gomar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement