REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Prancis dalam beberapa waktu terakhir kembali menarik perhatian masyarakat internasional. Terbaru, Menteri Pendidikan Perancis Gabriel Attal mengumumkan abaya dan gamis dilarang digunakan di sekolah negeri, di awal tahun ajaran baru ini.
Atas kebijakan itu, Perdana Menteri Prancis Élisabeth Borne menolak tuduhan perlakuan tidak adil dengan diberlakukannya larangan ini. Ia menilai saat ini ada manipulasi dan upaya provokasi dari beberapa pihak, khususnya dari La France Insoumise atau France Unbowed (LFI), partai politik sayap kiri Prancis.
“Tetapi saya ingin menyatakan dengan sangat jelas, tidak ada stigmatisasi. Setiap warga negara kita, apa pun agamanya, mempunyai tempat masing-masing di negara kita,” ujar dia dikutip di France 24, Senin (4/9/2023).
Ia juga menegaskan ada satu prinsip yang perlu diperhatikan di negara tersebut, yaitu sekulerisme. Di sisi lain, ada undang-undang yang melarang penggunaan tanda atau pakaian apa pun oleh siswa yang berfungsi untuk menunjukkan afiliasi keagamaannya.
Menurut Borne, undang-undang tersebut harus diterapkan pada semua orang. Pihaknya pun akan memastikan hal itu diterapkan dengan benar.
Di sisi lain, Presiden Prancis Emmanuel Macron secara terbuka membahas aturan berpakaian di lingkungan pendidikan untuk pertama kalinya. Hal ini ia lakukan setelah mengunjungi sekolah profesional di wilayah Vaucluse, Prancis selatan.
“Kami tahu akan ada kasus mahasiswa yang menguji peraturan tersebut. Termasuk mahasiswa yang mencoba menentang sistem republik," ujar dia.
Ia juga mengatakan orang-orang seperti ini tidak...