Senin 21 Aug 2023 17:24 WIB

MTT PP Muhammadiyah: Jangan Sampai Ada Kerusakan di Udara

Polusi udara di kota-kota besar di Indonesia sudah membahayakan.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Kendaraan terjebak kemacetan di kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (14/8/2023). Pemerintah menilai kondisi polusi udara di Jakarta sudah berada diangka 156 dengan keterangan tidak sehat. Hal tersebut diakibatkan emisi transportasi, aktivitas industri di Jabodetabek serta ondisi kemarau panjang sejak tiga bulan terakhir. Presiden Joko Widodo merespon kondisi tersebut dengan menginstruksikan kepada sejumlah menteri dan Gubernur untuk segera menangani kondisi polusi udara dengan memberlakukan kebijakan WFH untuk mengatasi emisi transportasi, mengurangi kendaraan berbasi fosil dan beralih menggunakan transportasi massal, memperbanyak ruang terbuka hijau, serta melakukan rekayasa cuaca.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Kendaraan terjebak kemacetan di kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (14/8/2023). Pemerintah menilai kondisi polusi udara di Jakarta sudah berada diangka 156 dengan keterangan tidak sehat. Hal tersebut diakibatkan emisi transportasi, aktivitas industri di Jabodetabek serta ondisi kemarau panjang sejak tiga bulan terakhir. Presiden Joko Widodo merespon kondisi tersebut dengan menginstruksikan kepada sejumlah menteri dan Gubernur untuk segera menangani kondisi polusi udara dengan memberlakukan kebijakan WFH untuk mengatasi emisi transportasi, mengurangi kendaraan berbasi fosil dan beralih menggunakan transportasi massal, memperbanyak ruang terbuka hijau, serta melakukan rekayasa cuaca.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) PP Muhammadiyah, Hamim Ilyas mengatakan, masyarakat Indonesia sekarang ini tidak hanya harus menjaga daratan dan lautan, tapi juga harus menjaga udara dari kerusakan. Karena, menurut dia, polusi udara di kota-kota besar di Indonesia saat ini sudah semakin membahayakan, khususnya di Ibu Kota Jakarta.

Di dalam Alquran, menurut dia, Allah SWT telah berfirman,

Baca Juga

ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ

Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia.” (QS Ar-Rum ayat 41).

“Di situ yang disebutkan itu masih daratan dan lautan, sekarang itu juga sudah tampak kerusakan di udara akibat perbuatan manusia. Karena itu, manusia harus menjaga jangan sampai ada kerusakan, tidak hanya di daratan dan lautan, tapi juga di udara,” ujar Hamim saat dihubungi Republika.co.id, Senin (21/8/2023).

Untuk mencegah kerusakan udara yang semakin parah, menurut dia, pemerintah harus bertanggung untuk mengatasi dan mengendalikan polusi udara yang terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Karena, menurut dia, para pemimpin Islam terdahulu juga sangat bertanggungjawab terhadap negaranya.

Dia mengatakan, khalifah kedua Kekhalifahan Rasyidin yang berkuasa pada tahun 634 M sampai 644 M, Umar bin Khattab memiliki penghayatan yang luar biasa terkait wilayah kekuasaannya. Menurut dia, Khalifah Umar ingin negaranya tetap makmur, baik untuk manusia maupun hewan.

“Umar bin Khattab itu mengatakan, sungguh aku takut jika aku nanti dimintai pertanggungjawaban mengapa ada keledai yang terperosok di jalan yang berlubang di negara kekhalifahan Islam,” ucap dosen Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Menurut Hamim, hal itu menunjukkan bahwa seorang khalifah atau pemimpin harus bertanggungjawab atas kesejahteraan manusia maupun hewan yang ada di wilayahnya. Karena itu, menurut dia, pemerintah Indonesia juga harus bertanggung jawab penuh terhadap adanya kerusakan udara di negeri ini.

“Jadi itu menggambarkan bahwa pemerintnah itu harus bertanggungjawab. Tapi kalau dulu belum ada polusi udara dan sekarang muncul, sehingga tanggungjawab itu sekarang tidak hanya di daratan, tapi juga di udara. Karena sudah membahayakan,” kata Hamim.

Untuk mengatasi masalah polusi udara ini, menurut dia, tentunya pemerintah juga harus mengetahui dulu penyebab utamanya, apakah karena kendaraan bermotor atau karena sebab lainnya. “Karena saya baca ada juga yang menyatakan bahwa polusi udara di Jakarta itu disebabkan oleh PLTU, Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang menggunakan batu bara,” jelas dia.

Setelah diketahui penyebanya, lanjut dia, maka pemerintah ahrus mengatasi penyebab itu. Jika penyebabnya adalah kendaraan bermotor, kata dia, maka pemerintah harus menyediakan transportasi publik yang baik, sehingga rakyat pun akan banyak yang beralih ke transportasi umum dan meninggalkan kendaraan pribadi.

“Jadi, pemerintah harus mencari solusi, dan nanti masyarakat juga harus berpartisipasi bagaimana menggunakan kendaraannnya, kendaraann yang masih aman. Sebab, kalau ada kebijakan tapi rakyatnya tidak mengikuti kebijakan itu kan juga gak bisa,” ucap Hamim.

Dia menambahkan, sebagai makhluk sosial manusia harus bertanggung jawab kepada sesama. Dalam hal ini, menurut dia, manusia Indonesia harus bertanggung jawab untuk sama-sama menjaga udara yang bersih dan tidak membahayakan.

“Itu sangat penting untuk menjaga diri kita. Pemerintah tidak bisa main-main lagi,” kata Hamim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement