REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Sekitar 40.000 Muslim berpartisipasi dalam shalat Jumat di Masjid Al-Aqsa dan Alun-alun Bukit Bait Suci. Khotbah Jumat kali itu disampaikan oleh Kepala Dewan Islam Tertinggi Sheikh Ikhrama Sabri.
Dalam kesempatan tersebut, Sheikh Sabri memperingatkan terhadap kerusakan yang terus berlanjut terhadap kesucian Masjid Al-Aqsa. Menurut dia, saat ini Masjid Al-Aqsa "terbakar" secara teratur dan dengan berbagai cara.
Pernyataan ini dimaksudkan untuk mengingat upaya pembakaran Masjid Al-Aqsa pada 1969 oleh seorang turis Australia. Di sisi lain, hal ini juga menggambarkan bahwa bahaya terhadap keberadaan Masjid Al-Aqsa masih ada sampai saat ini.
Situs Palestina Al-Yum, yang berafiliasi dengan Jihad Islam, melaporkan Sheikh Sabri juga menekankan bahwa Masjid Al-Aqsa dan seluruh Temple Mount, hanya milik umat Islam. Hal ini tidak akan tunduk pada pembagian yang digunakan dengan orang Yahudi, negosiasi atau konsesi apapun.
Dilansir di Israel National News, Sabtu (19/8/2023), dalam konteks lain ia juga mengatakan bahwa ada larangan agama Islam untuk mengajarkan kurikulum Israel di sekolah-sekolah Palestina di Yerusalem Timur.
Dia pun lantas mengimbau orang tua untuk memantau kurikulum anak-anak mereka, serta meminta guru tetap mengajarkan kurikulum sebelumnya.
Dalam khotbahnya, Sheikh Sabri kemudian membahas soal keputusan halachic dari Komite Tinggi Islam di Yerusalem, yang memutuskan tentang tidak diakuinya legitimasi pendudukan. Hal ini juga tidak mengizinkan warga Palestina partisipasi dalam pemilihan lokal untuk walikota Yerusalem dan dewan kota.
Sebelumnya, pemerintah Qatar mengutuk keras agresi Israel terhadap kota Jenin di Tepi Barat. Aksi yang mereka lakukan ini menyebabkan jatuhnya seorang warga Palestina.
Bukan hanya itu, puluhan pemukim Israel juga dilaporkan melakukan penyerbuan ke Masjid Al Aqsa. Di halaman masjid tersebut, mereka melakukan ritual Talmud.
Qatar menyebut sejumlah aksi penyerangan ini merupakan episode baru dari rangkaian kejahatan yang dilakukan terus-menerus dan mengerikan, terhadap rakyat Palestina yang tak berdaya.
"Pada saat yang sama, aksi ini juga seolah menjadi provokasi terhadap perasaan lebih dari dua miliar Muslim di seluruh dunia, sekaligus pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan resolusi legitimasi internasional," kata Qatar dalam sebuah pernyataan.
Tidak hanya itu, Kementerian Luar Negeri Qatar juga memperingatkan tentang memudarnya peluang perdamaian dan meluasnya siklus kekerasan, akibat eskalasi yang terus-menerus terjadi oleh Israel di wilayah pendudukan Palestina.