Sabtu 05 Aug 2023 21:15 WIB

Meluasnya Gelombang Korea dan Tingginya Animo Para Pelancong Muslim

Antusiasme wisatawan Muslim sangat besar kunjungi Korea Selatan

Rep: Zahrotul Oktaviani / Red: Nashih Nashrullah
South Korean singer Jung Kook, center, from the K-pop band BTS performs solo on ABCs Good Morning America at Rumsey Playfield/SummerStage on Friday, July 14, 2023, in New York.
Foto: AP Photo/ Evan Agostini/Invision
South Korean singer Jung Kook, center, from the K-pop band BTS performs solo on ABCs Good Morning America at Rumsey Playfield/SummerStage on Friday, July 14, 2023, in New York.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL—Di tengah meningkatnya popularitas musik, drama dan film dari korea Selatan, hal ini berdampak pula pada industri wisata negara ginseng tersebut. Meluasnya gelombang korea (K-wave) ini juga terjadi di dunia Islam, khususnya Asia Tenggara.

Preferensi mereka hampir sama dengan penggemar lainnya, mulai dari kosmetik hingga barang dagangan yang berhubungan dengan idola yang mereka sukai.

Baca Juga

Menurut Organisasi Pariwisata Seoul, jumlah turis Muslim naik menjadi 325.544 pada 2022. Tidak hanya itu, dalam enam bulan pertama 2023 ini tercatat angka turis Muslim mencapai 327.945, melampaui total tahun lalu.

Dilansir di Chosun, Sabtu (5/8/2023), kebanyakan dari wisatawan ini adalah wanita muda, yang sangat menyukai idola K-pop dan aktor/aktris Korea.

Delapan dari 35 grup tur yang mengunjungi markas besar perusahaan manajemen K-pop Hybe, awal pekan ini adalah wanita Muslimah yang mengenakan jilbab. Salah satunya adalah Fatima Charif dari Iran.

"Mahasiswa Iran bermimpi mengunjungi Korea saat mereka besar nanti," ujar mahasiswa berusia 21 tahun inu.

Pelancong lainnya adalah Aisha Siti dari Malaysia, yang mengunjungi Korea sendirian. Wanita berusia 29 tahun ini merupakan penggemar Hyun Bin dan Lee Min-ho, ketika menonton 'Secret Garden' dan 'Boys Before Flowers. Setelahnya, ia tertarik dengan K-pop pada 2008, setelah menonton grup boy band TVXQ.

Di distrik perbelanjaan pusat kota Myeong-dong, sebuah antrean panjang wanita Muslim terbentuk pada 25 Juli. Mereka rela menunggu untuk mendapatkan saran make-up dari seorang ahli.

Salah satu pengunjung ini berasal dari Indonesia. Wanita yang tidak mau disebut namanya ini menyebut sudah menjadi impiannya dapat belajar merias wajah di Korea.

"Saya tertarik menonton drama TV Korea dan video musik K-pop, serta mulai menggunakan riasan Korea setahun yang lalu," kata dia 

Seorang penata rias yang membagikan ilmunya kepada para pelancong ini, Lee Jae-won, menyebut popularitas tata rias ala Korea membuatnya merasa itu telah menjadi tren global. Beberapa orang asing ingin dirias seperti bintang K-pop favorit mereka.

Dari sisi penjualan, produsen kosmetik Korea juga ikut merasakan keuntungannya. Menurut CJ Olive Young, penjualan yang dihasilkan dari pelancong di gerai kesehatan dan kecantikannya di Myeong-dong dan pusat perbelanjaan Dongdaemun mengalami lonjakan.

Tercatat dari Januari hingga Juli tahun ini, penjualan melonjak 16 kali lipat dibandingkan tahun lalu. Sementara di daerah tony Gangnam dan Seongsu terjadi peningkatan 12 kali lipat dibanding tahun lalu.

Baca juga: Alquran Bukan Kalam Allah SWT Menurut Panji Gumilang, Ini Bantahan Tegas Prof Quraish

Jaringan toko kosmetik Chicor milik Shinsegae Department Store, di area Universitas Hongik, bahkan mengalami lonjakan penjualan 40 kali lipat dibandingkan 2020.

Di sisi penjualan album K-pop dan memorabilia terkait juga terus melonjak. Menurut agensi Hybe, penjualan album dan memorabilia K-pop naik hampir empat kali lipat sejak 2019, menjadi 947,5 miliar won atau setara Rp 11 triliun pada 2022.

Menurut agensi SM Entertainment, penjualan di toko Seongsu dan Everland melonjak 250 persen tahun ini.  Sekitar 90 persen pelanggan yang mengunjungi toko-toko tersebut adalah orang asing.

Budaya pop Korea dinilai dapat menjadi pelarian bagi wanita muda Muslim. Koo Gi-yeon dari Pusat Asia Universitas Nasional Seoul mengatakan, di dunia Islam utamanya di kondisi konservatisme budaya kuat berdasarkan agama, budaya pop Korea sering dipandang sebagai pelarian dari tekanan agama generasi tua.

"Mereka sering merasakan kebencian terhadap budaya Barat yang dipandang sebagai wilayah musuh, tetapi mereka merasa lebih dekat dengan budaya Korea, yaitu Asia," ucap dia.  

 

Sumber: chosun

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement