Kamis 03 Aug 2023 15:59 WIB

PP Muhammadiyah: Krisis Kelaparan Papua karena Cuaca Ekstrem

Masyarakat Papua mengalami gagal panen, yang kemudian membuat warga kesulitan.

Rep: Muhyiddin/ Red: Gita Amanda
Ketua PP Muhammadiyah, Buya Anwar Abbas sangat prihatin dengan krisis kelaparan yang dialami oleh masyarakat di Papua Tengah yang telah menyebabkan enam orang meninggal dunia. (ilustrasi)
Foto: Republika/Fuji Eka Permana
Ketua PP Muhammadiyah, Buya Anwar Abbas sangat prihatin dengan krisis kelaparan yang dialami oleh masyarakat di Papua Tengah yang telah menyebabkan enam orang meninggal dunia. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Anwar Abbas turut prihatin atas krisis kelaparan yang terjadi di Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah. Krisis kelaparan ini terjadi karena masyarakat Papua mengalami gagal panen, yang kemudian membuat warga kesulitan mendapatkan bahan makanan. 

"Kita sangat prihatin dengan krisis kelaparan yang dialami oleh masyarakat di Papua Tengah yang telah menyebabkan enam orang meninggal dunia," ujar Buya Anwar dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Kamis (3/8/2023). 

Baca Juga

Krisis kelaparan itu terjadi karena adanya cuaca ekstrem. Cuaca beku yang terjadi di daerah tersebut telah menyebabkan tanaman pangan menjadi rusak, sehingga masyarakat tidak bisa panen. Namun, menurut Buya Anwar, kejadian seperti itu bukan yang pertama kali. 

Pada Agustus 2022 lalu, ratusan warga di pegunungan Kabupaten Lanny Jaya Papua juga telah menderita kelaparan, sehingga waktu itu setidaknya tiga orang tewas. "Hal ini tentu membuat kita bertanya-tanya, ada apa ini dan  mengapa hal tersebut terulang lagi tahun ini?" kata Buya Anwar. 

Menurut dia, seharusnya peristiwa yang terjadi tahun lalu itu dijadikan sebagai dasar bagi pemerintah untuk berjaga-jaga dan membuat kebijakan yang tujuannya untuk bisa melindungi rakyat ketika terjadi cuaca ekstrem. Sehingga, kata dia, kebutuhan pangan dari masyarakat yang ada di daerah tersebut tetap dapat dipenuhi dan terpenuhi dan tidak ada korban jiwa lagi.  

"Kita malu tidak hanya kepada dunia tapi lebih-lebih lagi kepada diri kita sendiri mengapa di negeri kita yang kita sehari-hari hidup berdampingan lalu ada saudara kita yang mati kelaparan," ujar Buya Anwar. 

Jika dilihat dari perspektif ajaran Islam, dia melanjutkan, secara teologis apa yang terjadi di Papua itu sangat bermasalah. Karena, dari peristiwa ini seseorang bisa melihat dan mengukur tingkat keimanannya, di mana  Rasulullah SAW telah  bersabda: 

"Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berbuat baik kepada tetangganya" (HR Bukhari).

Kemudian, dalam hadis yang lain Nabi juga bersabda: “Tidaklah beriman kepadaku orang yang kenyang semalaman sedangkan tetangganya kelaparan di sampingnya, padahal ia mengetahuinya" (HR At-Thabrani). 

Karena itu, Wakil Ketum MUI ini pun mengajak kepada masyarakat Indonesia dan pemerintah untuk segera membantu saudara-saudara yang ada di tanah Papua. "Oleh karena itu, masing-masing kita harus bisa mempernyaring telinganya di mana jika kita mendengar ada rakyat yang merintih karena kelaparan, kita harus turun dengan cepat untuk membantu. Apalagi, pemerintah yang oleh konstitusi dalam Pasal 34 UUD 1945 sudah diamanti agar fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara," kata Buya Anwar.

Agar peristiwa serupa tidak terulang lagi, dia menambahkan, kerja sama antara masyarakat dan pemerintah, tidak hanya di tingkat lokal, tapi juga di tingkat nasional, perlu untuk terus ditingkatkan dan diperkuat. Sehingga, kata dia, sejak jauh hari musibah semacam itu dapat diantisipasi.

"Oleh karena itu, kita harapkan agar pemerintah dan masyarakat di setiap tempat yang berpotensi dilanda masalah tidak segan-segan, apalagi malu dan takut untuk menyampaikan serta melaporkan keadaan yang mereka alami agar masalah yang mereka hadapi dapat kita atasi secara bersama-sama," ujar Buya Anwar. 

Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan kurang lebih 7.500 warga terdampak bencana kekeringan yang melanda Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah. Hal ini didasarkan data yang dihimpun dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Puncak per Ahad (30/7/2023).

Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan, kemarau berkepanjangan diiringi cuaca dingin ekstrem memicu terjadinya gagal panen warga Distrik Agandugume dan Distrik Lambewi, Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah. Hal ini membuat warga kesulitan mendapatkan bahan makan dan air bersih hingga dilaporkan lima orang dewasa dan seorang bayi meninggal dunia karena diduga diare dan dehidrasi.

"Penanganan darurat yang telah dilakukan meliputi penyelidikan epidemiologi kepada para korban yang meninggal dunia oleh Dinas Kesehatan Provinsi Papua Tengah. Selain itu, distribusi bantuan makanan dan obat-obatan serta penyuluhan kesehatan juga dilakukan secara berkala," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam siaran persnya, Senin (31/7/2023).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement