Kamis 27 Jul 2023 09:36 WIB

Hari ini dan Besok Kita Puasa Sunnah, ini Keutamaannya

Puasa Asyura sudah menjadi tradisi yang lebih dari seribu tahun.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Erdy Nasrul
Ilustrasi berpuasa dan berzikir.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi berpuasa dan berzikir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bulan Muharram merupakan awal tahun Hijriyah atau penanggalan Islam. Pada bulan ini, Muslim banyak memanfaatkannya sebagai momen untuk merenungkan perjalanan spiritualnya.

Di bulan ini ada satu ibadah sunnah yang baiknya dilakukan oleh semua umat Islam, yaitu puasa di Hari Asyura. Lantas, apa keutamaan puasa di Hari Asyura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram ini?

Baca Juga

Mantan presiden Masyarakat Islam Amerika Utara, Dr Muzammil H. Siddiqi, menyatakan puasa Hari Asyura bukanlah untuk meratapi kesyahidan Imam Al-Husain. Meski demikian, tidak ada pihak yang tidak menghormati kesyahidan Imam Husain.

"Kami menghormati tindakan mulia pengorbanannya demi Islam. Dia memberi contoh yang bagus tentang kebenaran, keberanian dan kesalehan. Kami juga merasakan sakit dan kesedihan di hati atas pembunuhannya, di tangan beberapa orang munafik yang menggunakan Islam sebagai dalih untuk melakukan kejahatan mereka," ujar dia dikutip di About Islam, Kamis (27/7/2023).

Orang-orang munafik ini disebut berperang dan membunuh cucu tercinta Rasulullah SAW beserta keluarganya. Ini adalah kejahatan paling keji dan memalukan yang dilakukan semata demi kekuasaan politik.

Peristiwa tragis ini terjadi pada tahun 61 H atau 680 M. Adapun tradisi puasa Asyura ini disebut sangat kuno dan sudah ada jauh sebelum tragedi yang terjadi pada Imam Al-Husian.

Ibnu Abbas berkata, “Saya tidak pernah melihat Rasulullah SAW begitu bersemangat untuk berpuasa pada hari apa pun dan memprioritaskannya di atas hari lain selain hari ini, hari Asyura, dan bulan ini, yang berarti Ramadhan.” (Al-Bukhari)

Nabi Muhammad SAW dan para sahabat biasa berpuasa pada hari ke 10 Muharram, ketika mereka berada di Makkah (sebelum Hijrah). (Al-Bukhari) Dalam HR Bukhari lainnya disebutkan, "Itu adalah hari di mana penduduk Makkah biasa mengganti penutup (kiswah) Ka'bah. Suku Quraisy juga biasa berpuasa pada hari ini."

Setelah hijrah ke Madinah, Nabi menemukan bahwa orang-orang Yahudi Madinah juga biasa menjalani hari ini dengan berpuasa. Nabi bertanya kepada mereka alasan puasa mereka pada hari ini dan dijawab, "Ini adalah hari yang diberkati. Pada hari ini, Allah menyelamatkan Bani Israel dari musuh mereka (di Mesir) dan Nabi Musa berpuasa pada hari ini bersyukur kepada Allah."

Mendengar jawaban tersebut, Rasulullah SAW pun berkata, “Kami lebih berhak atas Musa daripada kamu.” Nabi pun berpuasa pada hari itu dan memerintahkan umat Islam untuk berpuasa pada hari ini. (Al-Bukhari)

Dalam riwayat lain, disebutkan bahwa orang-orang Yahudi di Madinah biasa mengadakan pesta pada hari ini. Nabi Muhamamd lantas menyuruh para sahabatnya untuk berpuasa sebagai gantinya. (Al-Bukhari)

Ketua Dewan Fiqh Amerika Utara ini juga menyebut puasa Asyura adalah wajib (fardhu) pada awalnya. Pada tahun kedua Hijrah atau 624 M ketika perintah Allah datang, bahwa umat Islam harus berpuasa selama sebulan penuh Ramadhan, Nabi kemudian mengirim seseorang untuk mengumumkan kepada orang-orang bahwa puasa Asyura telah menjadi sunnah (nafl).

Hal ini menunjukkan bahwa barang siapa yang ingin berpuasa, silakan berpuasa dan barang siapa yang tidak mau berpuasa, maka tidak ada dosa baginya.

Imam At-Tirmidzi menyebutkan bahwa Ibnu Abbas biasa mengatakan bahwa Muslim harus berpuasa pada dua hari: tanggal 9 dan 10 Muharram, untuk membedakan diri kita dari komunitas Yahudi. (At-Tirmidzi)

Ibnu Abbas juga mengutip Nabi Muhammad SAW mengatakan, "Jika saya hidup tahun depan, saya juga akan berpuasa pada hari ke-9." (Ahmad).

"Ada pahala yang besar dalam puasa hari Asyura. Ada banyak hadits yang menyebutkan keberkahan dan keutamaannya. Berpuasa pada hari ini adalah baik, meskipun tidak wajib," kata Dr. Muzammil H. Siddiqi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement