Rabu 31 May 2023 17:33 WIB

Kampanye dan Propaganda LGBT Semakin Masif, MUI Ingatkan Risiko dan Dampaknya

MUI mengimbau pihak berwenang untuk membendung kampanye LGBT

Rep: Muhyiddin / Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi komunitas LGBT. MUI mengimbau pihak berwenang untuk membendung kampanye LGBT
Foto: EPA
Ilustrasi komunitas LGBT. MUI mengimbau pihak berwenang untuk membendung kampanye LGBT

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Seni dan Budaya, KH Jeje Zaenudin menjelaskan dampak konten-konten LGBT jika terus disyiarkan atau dikampanyekan. 

Menurut dia, jika pemerintah tidak tegas melarang kampanye LGBT, maka penyebaran penyakit menyimpang ini akan semakin masif di negeri ini.  

Baca Juga

"Tentu kita harus memiliki kesadaran bersama bahwa jika publikasi, kampanye dan promosi kaum LGBT ini tidak diatur, tidak dilarang, tentu akan semakin masif," ujar Kiai Jeje kepada Republika.co.id, Rabu (31/5/2023).  

Pada akhirnya, lanjut dia, kaum LGBT pun akan secara terang-terangan mengajak kepada masyarakat normal untuk keluar dari batas kenormalan. Menurut dia, inilah yang sudah banyak terjadi di berbagai negara.  

"Pada akhirnya bukan lagi sebagai suatu kenyataan tentang eksistensi adanya perilaku LGBT, tetapi menjadi suatu upaya untuk mengajak masyarakat yang normal juga untuk menjadi terbawa tidak normal, dan ini yang sudah terjadi di banyak negara," ucap Kiai Jeje.  

Dia mengatakan, kampanye LGBT tidak hanya mengancam aspek kesehatan atau aspek kenormalan mentalitas masyarakat, tapi juga akan bertolak belakang dengan prinsip-prinsip kehidupan berbangsa, bernegara, dan beragama di Indonesia.  

"Di mana kita menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai agama, nilai-nilai budaya yang murni, yang bersih dari pemikiran ideologi penyimpangan-penyimpangan yang bertolak belakang dengan nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai ketuhanan, nilai-nilai keadaban," kata Kiai Jeje. 

Menurut dia, jika propaganda dan kampanye LGBT ini terus dibiarkan secara bebas dan masuk di berbagai macam media, baik media elektronik, media online, atau media sosial lainnya, maka lambat laun perilaku menyimpang ini dianggap sebagai sesuatu yang wajar atau normal.  

"Bahkan orang yang memandang tidak wajar dan tidak normal itu yang kemudian akan dikriminalisasi sebagai orang yang berpikiran tidak normal, berpikiran tidak waras. Ini tentu akan menjadi malapetaka dalam kehidupan kita," jelas Ketua Umum PP Persis ini. 

Penegasan yang sama sebelumnya disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis. DIa kembali menegaskan sikap MUI terkait LGBT. Menurut dia, MUI telah melarang LGBT dan mengampanyekan perilaku menyimpang itu di Indonesia.

"LGBT sikap MUI melarang melakukan dan mengampanyekan. Dan, itu penyakit, baik berupa bawaan maupun karena penularan," ujar Kiai Cholil saat dihubungi Republika, Kamis (25/5/2023). 

Pengasuh Pondok Pesantren Cendikia Amanah Depok ini menyatakan, saat ini perlu adanya larangan dan sanksi tegas terhadap para pelaku LGBT. "Setuju pelarangan dan sanksi LGBT harus lebih tegas," kata Kiai Cholil.

Baca juga: Mualaf Lourdes Loyola, Sersan Amerika yang Seluruh Keluarga Intinya Ikut Masuk Islam

Menurut dia, orang-orang yang masuk dalam kelompok LGBT juga perlu dibuatkan aturan khusus di Indonesia sehingga bisa dipidanakan. Karena, menurut dia, dalam Islam hukum LGBT lebih berat daripada zina. 

"Karena Islam bagian dari sumber hukum nasional hukum LGBT lebih berat dari zina, harus diserap ke dalam hukum nasional sehingga pelaku LGBT harus dipidana," kata Kiai Cholil.

Sementara, Kitab Undang-Undang Hukum (KUHP) baru dinilai tak tegas larang LGBT. Aturan yang bisa dikaitkan dengan LGBT hanya tercantum dalam pasal yang berlaku umum. 

KUHP yang disahkan DPR pada 6 Desember 2022 memang tak secara khusus mengatur ancaman pidana terhadap orientasi seksual sesama jenis. Menurut Kiai Cholil, dalam KUHP yang baru ini belum melarang pelakunya. 

"Pelarangan pelakunya yang belum. Kalau melakukan di muka umum, mengajak dan mengampanyekan perbuatanya sudah masuk delik pidana di dalam KUHP yang baru akan berlaku pada 2026 yang akan datang," kata dia.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement