REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Toko buku di Indonesia makin banyak yang bangkrut dan tutup, yang terbaru adalah Toko Buku Gunung Agung. Bahkan, toko buku tersebut akan menutup seluruh cabangnya pada akhir 2023.
Kendati demikian, umat Islam dianjurkan tetap membaca buku meskipun melalui perangkat elektronik. Pendiri Rumah Fiqih Indonesia (RFI) Ustadz Ahmad Sarwat mengatakan, umat Islam di puncak kejayannya menjalankan perintah agama secara baik dan utuh, termasuk dalam hal menjalankan perintah “Bacalah!” dalam Alquran.
Karena, menurut dia, Islam mengajarkan umatnya untuk selalu membaca.
"Ayat pertama saja sudah iqra' (bacalah), belum lagi kalau kita bicara tentang yang namanya menuntut ilmu. Thalabul ilmi itu kan sebenarnya semua sepakat wajib. Nah, sarana untuk thalabul ilmi itu apa? Ya kan buku harusnya," ujar Ustadz Sarwat saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (23/5/2023).
Selain itu, menurut dia, dalam perang Badar pun Rasulullah SAW juga memerintahkan tahanannya untuk mengajari umat Islam membaca maupun menulis. Karena itu, menurut Ustadz Sarwat, membaca sangat penting dalam Islam.
"Kalau masalah kewajiban membaca dan sebagainya, Nabi SAW itu kan dalam Perang Badar, para tawanannya juga disuruh mengajar baca tulis dan lain-lain," ucap Ustadz Sarwat.
Perang Badar adalah pertempuran besar pertama antara umat Islam melawan musuh-musuhnya. Pasukan Muslim menang dalam pertempuran ini meski jumlahnya lebih sedikit. Kemudian, Rasulullah Nabi Muhammad SAW memberi syarat untuk penebusan tawanan Perang Badar.
Setelah Perang Badar, ada 70 orang Quraisy Makkah yang menjadi tawanan. Sebagai salah satu syarat pembebasan, masing-masing mereka diminta mengajar membaca dan menulis kepada 10 orang anak-anak dan orang dewasa Madinah.
Menurut Ustadz Sarwat, peristiwa itu menunjukkan pentingnya membaca dalam Islam. Sayangnya, kata dia, hal itu bertentangan dengan kondisi di Indonesia saat ini.
"Cuma ini agak bertentangan dengan yang berkembang sekarang di tengah umat Islam Indonesia," kata Ustadz Sarwat.
Indonesia memang diklaim sebagai umat Islam terbesar di dunia, tapi justru mendapatkan ranking buruk dalam urusan budaya baca. Berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang dirilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke-62 dari 70 negara atau merupakan 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.