Rabu 15 Feb 2023 15:32 WIB

Seperti Apakah Pengurusan Jenazah Muslim Ketika Bencana Seperti Turki? Ini 5 Jawabannya

Secara umum tata cara pengurusan jenazah Muslim korban gempa tak jauh beda

Rep: Rossi Handayani / Red: Nashih Nashrullah
 Jenazah korban dibawa ke pemakaman untuk dimakamkan setelah gempa besar di Adiyaman, Turki tenggara, Sabtu (11/2/2023).  Secara umum tata cara pengurusan jenazah Muslim korban gempa tak jauh beda
Foto: EPA-EFE/SEDAT SUNA
Jenazah korban dibawa ke pemakaman untuk dimakamkan setelah gempa besar di Adiyaman, Turki tenggara, Sabtu (11/2/2023). Secara umum tata cara pengurusan jenazah Muslim korban gempa tak jauh beda

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA —Kehilangan orang yang dicintai merupakan salah satu peristiwa terpenting dalam hidup seseorang. Itu dapat sulit untuk dihadapi, bahkan jika kehilangan itu diharapkan dan pengaturan sudah ada.

Dilansir dari laman Middle East Eye pada Rabu (15/2), Bagi mereka yang selamat dari gempa bumi di Turki  dan Suriah, keterkejutan karena kehilangan sanak saudara dan teman turut disertai dengan tanggung jawab untuk memastikan bahwa mereka dikuburkan dengan seharusnya.

Baca Juga

Sebagian besar dari mereka yang terkena dampak bencana adalah Muslim. Para pemimpin agama biasanya bekerja sama dengan pejabat pemerintah untuk memastikan dilakukan prosesi yang benar.

Adapun prinsip utama dalam penguburan Islam yakni jenazah diperlakukan dengan cara yang menjaga martabatnya, serta menghormati mereka yang berduka. Ada juga penekanan untuk mengatur penguburan sesegera mungkin setelah seseorang meninggal.

 

Pertama, kapan seseorang harus dimakamkan?

Menurut hukum Islam, ketika seseorang meninggal, idealnya mereka harus dimakamkan sebelum matahari terbenam pada hari kematiannya, dan biasanya dalam waktu 24 jam. Namun, ada beberapa pengecualian, terutama jika penyebab kematian tidak diketahui dan perlu diperiksa lebih lanjut.

Dalam kasus bencana alam, kesulitan logistik untuk menguburkan korban massal juga menjadi faktor, dengan kuburan biasa menjadi kewalahan dan perlu ditemukan lahan baru. Islam tidak mengizinkan kremasi, karena umat Islam meyakini nantinya akan dibangkitkan pada Hari Penghakiman.

Sementara Islam sangat melarang kremasi, dalam beberapa kasus, pembalseman diperbolehkan jika ada kebutuhan untuk melakukannya.

“Di beberapa negara, pembalsaman adalah hukum karena bagi mereka yang menangani peti mati, mereka ingin tahu bahwa itu tidak menimbulkan risiko kesehatan,” kata juru bicara layanan pemakaman Muslim Masjid East London (ELM).

“Agama kami didasarkan pada niat, jadi kami berusaha sebaik mungkin untuk menguburkan sesuai dengan pedoman Islam,” lanjutnya.

Kedua, bagaimana jenazah dipersiapkan untuk penguburan?

Setelah seseorang meninggal, anggota keluarga dan teman dekat mengambil bagian dalam pengurusan jenazah, melibatkan ritual membasuh tubuh tiga kali dalam proses yang dikenal sebagai ghusl, dan membungkusnya dengan kain kaffan.

Mereka yang terlibat dalam persiapan biasanya anggota keluarga dekat atau teman sesama jenis. Dalam banyak budaya, sudah menjadi tradisi bagi anak laki-laki tertua untuk memimpin persiapan pemakaman ayahnya.

Dalam kasus bencana alam seperti di Turki dan Suriah, organisasi dan relawan Islam mengambil tugas mengatur pemakaman.

Baca juga: Ketika Sayyidina Hasan Ditolak Dimakamkan Dekat Sang Kakek Muhammad SAW

“Kami memiliki elemen yang tidak menguntungkan karena harus mengatur lebih dari empat puluh pemakaman selama kebakaran Grenfell di sini di London, yang tragis,” kata juru bicara layanan pemakaman ELM.

“Seperti yang terjadi dengan gempa bumi di Turki dan Suriah, orang-orang meninggal di bawah bangunan yang runtuh, kami menganggap mereka syahid, atau martir. Secara Islami, orang-orang ini bisa dimakamkan sebagaimana adanya tanpa harus dikafani jika tidak memungkinkan,” lanjutnya.

Umat Muslim biasanya tidak mengizinkan melihat jenazah, karena akan dilakukan sholat jenazah sebelum penguburan. Sementara peti mati biasanya tidak digunakan, kecuali di negara-negara di mana penggunaannya diamanatkan oleh hukum.

Untuk sholatnya bersifat komunal dan mirip dengan salat lima waktu yang dilakukan oleh umat Islam yang beriman. Namun tidak ada sujud dan dilakukan sambil berdiri dengan salat khusus untuk orang yang meninggal.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement