REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai seorang Muslim, kita dituntut untuk menunaikan lima shalat wajib setiap harinya. Dalam pelaksanaannya, harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan khusu'.
Kesungguhan ini tidak hanya terwujud dalam pikiran dan hati, namun juga anggota tubuh. Lantas, ramai di masyarakat yang menyebut gerakan lebih dari tiga kali, diluat gerakan shalat, dapat membatalkan shalat. Apakah ini benar?
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam artikelnya menyebut, para Fuqaha sepakat gerakan yang banyak dan berturut-turut saat shalat dapat membatalkan shalat, sekalipun dalam keadaan lupa. Hal ini disebabkan gerakan yang banyak bisa menghilangkan tujuan utama shalat.
Hanya saja, ada perbedaan pendapat tentang maksa dari banyak gerakan ini. Mazhab Hanafiyah menyebut, segala gerakan yang tidak termasuk gerakan shalat dan bukan gerakan untuk memperbaiki kesempurnaan shalat, jika sering dilakukan dan dianggap dari gerakan banyak maka bisa membatalkan shalat. Hal ini seperti menambah ruku' atau sujud.
Ulama mazhab ini memberikan kriteria gerakan banyak itu sebagai gerakan dalam shalat yang tidak diragukan oleh yang memperhatikannya, bahwa gerakan tersebut tidak termasuk dalam gerakan yang telah ditentukan dalam shalat.
Sementara, ulama mazhab Malikiyah menyatakan gerakan banyak membatalkan shalat, baik itu sengaja ataupun dalam keadaan lupa, seperti menggaruk anggota tubuh, menyela-nyela jenggot, memperbaiki posisi serban di atas pundak, atau mendorong orang lewat ketika dia shalat.
Adapun gerakan sedikit dan sangat ringan, digambarkan seperti memberi isyarat kepada orang lain atau mengelus elus kulit. Gerakan yang sedang (antara banyak dan kecil), disebut contohnya seperti berpaling dari arah kiblat dalam shalat maka shalat akan batal jika disengaja, namun jika tidak disengaja tidak dianggap membatalkan shalat.
Ulama mazhab Syafi’iyyah mengatakan banyak gerak dalam shalat, sengaja atau tidak, dapat membatalkan shalat. Dan batasan banyak atau tidaknya ditentukan oleh adat kebiasaan masyarakat.
Gerakan ringan, seperti menggerakkan jari di saat bertasbih atau menggerakkan pelupuk mata tidak membatalkan shalat. Dua langkah atau dua pukulan dianggap gerakan sedikit, namun tiga langkah atau lebih dan al tawali (berturut turut) menurut syafiiyaah sudah dianggap gerakan banyak. Makna al-tawali adalah sebuah gerakan yang dianggap tidak terputus dari gerakan yang lain.
Lebih lanjut, mazhab Syafi’iyyah menyebut gerakan sederhana yang tidak termasuk gerakan shalat berdasarkan kebiasaan masyarakat, bahwa itu tidak termasuk dari gerakan banyak yang membatalakan shalat, sebagaimana tidak membatalkan shalat gerakan yang tidak berturut turut sekalipun banyak kali dilakukan.
Hal ini didasarkan sebuah riwayat bahwa Nabi Muhammad SAW, yang pernah membuka pintu untuk Aisyah dan pernah menggendong Umamah (cucunya) dan menurunkannya padahal beliau dalam keadaan shalat.
Kemudian gerakan banyak, jika dilakukan karena ada uzur seperti dalam keadaan sakit yang mengharuskan bergerak banyak dalam shalat, dianggap tidak membatalkan shalat. Adapun gerakan banyak yang tidak berturut turut dimakruhkan jika hal itu tidak dibutuhkan.
Hanabilah pada dasarnya sependapat dengan Syafiiyah, hanya saja mereka tidak menentukan gerakan banyak itu dengan jumlah, termasuk batasan minimal tiga kali gerakan.
Bisa disimpulkan, bahwa syarat batalnya shalat karena melakukan gerakan selain dari gerakan yang telah ditentukan oleh para ulama dalam shalat:
1. Dilakukan secara al tawali (berturut turut) dengan pembatasan jumlah gerakan tergantung dari adat kebiasaan masyarakat;
2. Dilakukan tanpa ada uzur atau kebutuhan;
3. Tidak menghilangkan tuma’ninah;
4. Sebaiknya, orang yang shalat memilih kehati-hatian dalam hal batalnya shalat. Tidak melakukan gerakan tambahan di luar gerakan shalat kecuali jika dalam keadaan terpaksa.