REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Kepolisian Malaysia memperingatkan masyarakat tidak bergabung dengan dua agenda unjuk rasa yang direncanakan ke kedutaan Swedia pada Jumat (27/1/2023).
Sebab, menurut polisi, keduanya akan melanggar undang-undang majelis umum. Dalam sebuah pernyataan Rabu (25/1/2023), Kepala Polisi Distrik Dang Wangi ACP Noor Dellhan Yahaya mengatakan para peserta aksi akan dituntut secara hukum.
"Polisi tidak menerima pemberitahuan pertemuan dari pihak mana pun untuk mengadakan pertemuan apa pun sebagaimana diatur dalam Bagian 9 (1) Undang-Undang Majelis Damai 2012. Berkumpul tanpa pemberitahuan merupakan pelanggaran berdasarkan Pasal 9 (5) UU yang sama," kata Yahya seperti dilansir Malay Mail pada Kamis (26/1/2023).
Dia mengatakan polisi telah mencatat tiga poster di media sosial sekitar pukul 21.00 kemarin yang menyerukan masyarakat untuk menghadiri dua pertemuan dan aksi.
Menurut polisi, satu aksi unjuk rasa dijadwalkan sekitar pukul 08.30 pada Jumat mendatang. Peserta aksi dijadwalkan berjalan kaki dari Masjid Tabung Haji ke Kedutaan Besar Swedia di Kuala Lumpur. Sedangkan agenda aksi kedua dijadwalkan sekitar pukul 14.00 pada hari yang sama, setelah sholat Jumat, berbaris dari Masjid As-Syakirin KLCC menuju kedutaan.
Agenda aksi tersebut merespons tindakan Rasmus Paludan seorang pemimpin partai Denmark garis keras membakar Alquran di luar Kedutaan Besar Turki di Stockholm. Tindakannya itu pun telah menyebabkan reaksi dari negara-negara Muslim di seluruh dunia.Namun, pihak berwenang Swedia mengatakan tindakan itu tidak melanggar hukum negara mana pun.
Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Anwar Ibrahim menyebut tindakan itu sebagai kejahatan rasial dan provokasi besar terhadap lebih dari dua miliar Muslim di seluruh dunia. Pada hari yang sama, Aliansi Peradaban Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa tindakan Rasmus adalah ekspresi kebencian terhadap umat Islam.