REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat mengatakan pada Senin (23/1/2023) pembakaran Alquran yang dilakukan oleh aktivis sayap kanan Swedia sangat menjijikkan dan keji. Perbuatannya itu mungkin saja merupakan sabotase terhadap persatuan di NATO dengan Turki kembali mencela tawaran keanggotaan Swedia.
Politikus Swedia-Denmark Rasmus Paludan pada Sabtu lalu membakar kitab suci Islam di depan kedutaan Ankara di Stockholm, tepat ketika Turki menahan aplikasi Swedia untuk memasuki aliansi transatlantik. “Membakar kitab suci bagi banyak orang adalah tindakan yang sangat kurang ajar," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price, dilansir dari Al Arabiya, Selasa (24/1/2023).
Price bahkan menyebut pembakaran kitab suci ini perbuatan yang menjijikkan dan keji. Price juga menganggap insiden itu merupakan ulah seorang provokator yang mungkin sengaja berusaha membuat jarak antara dua mitra dekat negaranya, Turki dan Swedia.
“Dia mungkin sengaja berusaha mempengaruhi diskusi yang sedang berlangsung mengenai aksesi Swedia dan Finlandia ke NATO," kata Price.
Price membela sikap Swedia, dengan mengatakan negara itu menjunjung kebebasan berserikat dan suatu tindakan dapat melanggar hukum dan pada saat yang sama mengerikan. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang memiliki akar politik Islam, menyuarakan kemarahan atas insiden tersebut termasuk izin Swedia untuk menggelar unjuk rasa.
Erdogan mengatakan Swedia seharusnya tidak mengharapkan dukungan untuk bergabung dengan NATO, setelah dia sebelumnya menuntut agar Stockholm mengambil tindakan terhadap militan Kurdi yang dianggap Turki sebagai teroris. Swedia dan Finlandia tahun lalu mendaftar untuk masuk ke aliansi Barat NATO.
Di bawah aturan aliansi, semua anggota harus menyetujui masuknya anggota baru dengan suara bulat. Hanya Turki dan Hungaria yang belum memberikan lampu hijau. Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban berjanji parlemen akan melakukannya bulan depan.