REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah KH Muhammad Cholil Nafis mengutuk pembakaran kitab suci Alquran oleh politikus Swedia-Denmark Rasmus Paludan di Stockholm, Swedia, pada Sabtu (21/1/2023). Paludan adalah pemimpin partai politik sayap kanan Denmark bernama Hard Line (Suram Kurs).
Kiai Cholil mengatakan Paludan tidak hanya sekali melakukan aksi membakar Alquran. Paludan berkali-kali menunjukan kebencian kepada umat Islam dengan membakar Alquran. Majelis Ulama Indonesia mengutuk Paludan dan mudah-mudahan Allah SWT mengutuknya juga.
"Tapi ini tidak cukup hanya mengutuk perbuatan biadab ini, kami memprotes ke pemerintah Denmark, Kedutaan Besar Denmark yang ada di Indonesia harus menjelaskan ini karena kita mayoritas umat Islam," kata Kiai Cholil kepada Republika.co.id, Senin (23/1/2023).
Kiai Cholil juga meminta pemerintah Indonesia mengirim surat protes kepada mereka, untuk menjaga harmoni umat beragama. MUI menegaskan, yang dilakukan Paludan bukan atas nama kebebasan, tapi penistaan.
Sebab ekspresi kebebasan itu yang menguntungkan semua pihak. Sementara aksi yang menistakan itu bukan kebebasan berekspresi tapi cacian dan merendahkan.
"Itu (yang dilakukan Rasmus Paludan) bertentangan dengan kebebasan itu sendiri, korean kebebasan tidak boleh melukai perasaan atau melukaii kebebasan orang lain," ujar Kiai Cholil.
Sebelumnya, Indonesia mengutuk dengan keras aksi pembakaran kitab suci Alquran di Kedutaan Besar Turki di Stockholm pada Sabtu (21/1/2023). Aksi ini dinilai mencederai toleransi umat beragama dunia.
Paludan pernah menggelar sejumlah aksi demonstrasi dengan membakar Alquran. "Indonesia mengutuk keras aksi pembakaran kitab suci Alquran oleh Rasmus Paludan, politisi Swedia pada Sabtu di Stockholm," kata pernyataan Pemerintah Indonesia melalui Twitter resmi Kementerian Luar Negeri RI, Ahad (22/1/2023).
"Aksi penistaan kitab suci ini telah melukai dan menodai toleransi umat beragama," tambah pernyataan tersebut. Indonesia menegaskan bahwa menunjukkan ekspresi harus dilakukan secara bertanggung jawab, bukan dengan menista.