MUHLISIN IBNU MUHTAROM; Alumnus dan Pengajar di Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining Bogor
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Adakah yang tidak kenal dengan Christian Ronaldo? Tentunya ada saja yang tidak mengenalnya, terutama mereka yang tidak akrab dengan dunia sepak bola. Namun, bagi para 'penggila' sepak bola umumnya dan fans berat pemain asal Portugal bernomor punggung tujuh khususnya, tentulah sangat familiar dengan megabintang yang akrab disebut CR7 itu.
Meski pria berusia 37 tahun ini tidak berjaya pada gelaran Piala Dunia 2022 di Qatar karena ia dan timnas negaranya dikalahkan oleh timnas Maroko pada laga yang banyak membuat penonton berdebar-debar, tetap saja pesonanya menyihir para pesohor dan pendaku pecinta pertandingan si bola bundar.
Terlebih, keputusannya untuk 'hijrah' ke klub An Nasr di Arab Saudi pada musim transfer pemain sepak bola Januari 2023, telah membetot perhatian dan menyedot pemberitaan dunia olahraga. Ada yang pro dan kontra? Tentu hal demikian wajar dan biasa saja karena sejatinya manusia tidak bisa terlepas sama sekali dari faktor 'like or dislike' dalam menilai seseorang. Yang pasti, informasi nominal triliunan gajinya yang akan diterima hingga akhir masa kontrak 2025, membuat semuanya bergumam wow luar biasa.
Nah, keberadaan Ronaldo di klub An Nasr yang notabene salah-satu klub besar dan bergengsi tinggi di Arab Saudi ini, mau tidak mau harus beririsan dengan bahasa Arab sebagai media komunikasinya. Kondisi tersebut, setidaknya, sudah tampak dalam briefing para pemain An Nasr di mana Ronaldo berada di tengah-tengah mereka, sang manajer menyampaikan arahannya dengan bahasa Arab yang didampingi seorang mutarjim (penerjemah).
Terkait bahasa Arab, perlu diketahui dan diingat bahwa pada setiap tanggal 18 Desember diperingati sebagai Alyaum al 'Aalamiy Lilughatil 'Arabiyah (Hari Internasional Bahasa Arab). Juga, Bahasa Arab telah ditetapkan sebagai salah satu bahasa resmi di Haiatul Umam al Muttahidah (United Nations Organization/ UNO) atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), bersama bahasa internasional lain yang sudah lebih awal digunakan dalam pertemuan-pertemuan resmi PBB, antara lain bahasa Mandarin, bahasa Inggris, bahasa Cina, dan lainnya.
Kronologi penetapan internasionalisasi bahasa Arab dapat dilihat sebagai berikut:
- Tahun 1960: UNESCO menetapkan bahasa Arab digunakan dalam konferensi-konferensi regional.
- Tahun 1966: UNESCO memperkuat penggunaan bahasa Arab dengan asuransi layanan terjemahan langsung dari dan ke bahasa Arab.
- Tahun 1968: UNESCO menetapkan bahasa Arab sebagai bahasa profesi berbagai bidang pekerjaan.
- September 1973: Bahasa Arab digunakan secara lisan dalam pelatihan-pelatihan asosiasi publik.
- Desember 1973: Bahasa Arab menjadi bahasa resmi asosiasi publik dan berikut badan-badan atau lembaga-lembaga otonomnya.
- 18 Desember 2012: Ditetapkan sebagai Hari Internasional Bahasa Arab.
Dengan demikian, adalah sebuah aksioma bahwa belajar bahasa Arab tidak melulu 'hanya' untuk kepentingan mengakses hazanah pengetahuan keislaman yang termaktub dalam berbagai kutub turats berikut jurnal-jurnalnya.
Belajar bahasa Arab sejatinya juga menjadikan pribadi yang mau dan mampu memosisikan sebagai warga dunia, hal mana sekarang sekat-sekat antarnegara dan antarbenua hampir tidak ada, borderless.
Rasanya tidak berlebihan jika pemerintah Indonesia mulai lebih serius memikirkan kebijakan serta lebih fokus memperhatikan agar bahasa Arab menjadi salah-satu kurikulum (mata pelajaran/mata kuliah) wajib di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi di Indonesia, sebagaimana halnya bahasa Inggris. Gagasan tersebut tidaklah berlebihan karena negara-negara lain juga sudah melaksanakannya. Misal, tidak kurang dari University of Cambridge saja mengajarkan bahasa Arab dalam salah satu program studinya. Demikian pula, kita saksikan tren meningkatkannya antusiasme publik Korea, Cina, dan beberapa negara lainnya dalam mempelajari bahasa Arab ini.
Jika Ronaldo sendiri, pada agenda perkenalan perdananya di hadapan ribuan suporter Al Nasr telah melafazkan satu kalimat bahasa Arab, "Ana 'Aalamiy! / أنا عالمي", yang terjemahan bebasnya adalah "Saya (meng)global!". Bagaimana dengan kita?
Upaya memasyarakatkan bahasa Arab ini, setidaknya, bisa dimulai dengan menuliskan sapaan dan penjelasan di beberapa fasilitas umum, semisal bandara, terminal, pelabuhan, objek wisata, dan alat transportasi. Sapaan 'Welcome' diiringi 'أهلاً و سهلاً' misalnya, mestinya tidak (akan) asing lagi ditemukan di berbagai tempat. Demikian, pesan salah-satu harapan dosen Ummul Qura Makkah yang disampaikan kepada penulis dan kawan-kawan peserta Ad Daurah Ash Shaifiyah (summer course) pada medio 2015 lalu di Arab Saudi.
Juga, sebenarnya bahasa Arab sangatlah dekat dengan bahasa Indonesia karena sangat banyak sekali kosakata bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa Arab. Contohnya, nama-nama hari dalam sepekan: Ahad merupakan kosakata bahasa Arab yang berarti satu, maksudnya hari pertama, meski sebagaian masyarakat kita juga menggunakan nama hari Minggu. Senin diserap dari Itsnain (dua), Selasa diambil dari Tsulaatsaa (ketiga), Rabu dari Arbi'aau (keempat), Kamis dari Khamiis (lima), Jum'at asli kosakata bahasa Arab bermakna perkumpulan, dan Sabtu diserap dari Saabi' (tujuh).