Jumat 13 Jan 2023 20:25 WIB

Jangan Terlalu Pelit Memberikan Pujian untuk Orang Lain, Ini Alasannya

Memberikan pujian jangan terlalu berlebihan dan jangan pula pelit memuji orang

Ilustrasi saling memberikan pujian Memberikan pujian jangan terlalu berlebihan dan jangan pula pelit memuji orang
Foto:

Oleh : Ustadz Yendri Junaidi, Lc MA, dosen STIT Diniyah Putri Rahmah El Yunusiyah Padang Panjang

Di samping itu, kata الْمَدَّاحِينَ dalam hadits di atas berbentuk mubalaghah, artinya orang yang berlebihan dalam memuji, sehingga pujian itu keluar dari yang benar, memuji orang lebih dari apa yang dilakukannya atau sifat yang ada pada dirinya, pujian yang membuat seseorang menjadi ‘ujub, lupa diri, besar kepala dan seterusnya.

Pujian itu perlu. Apresiasi itu penting. Tentunya dalam kadar yang wajar dan disampaikan secara murni, bukan karena ada udang di balik batu. 

Dr Adnan Ibrahim bercerita tentang seorang pengacara yang juga sastrawan bernama Dr. Jihad Abdul Wahab. Ia berasal dari Irak. Disamping pengacara dan sastarawan, ternyata dulu ia adalah seorang perwira militer yang berpangkat tinggi.

Karena menentang berbagai kebijakan Saddam Husein sebagai Presiden waktu itu, ia akhirnya mengungsi ke Austria karena diancam rezim. 

Ia ternyata juga salah seorang murid kesayangan Syekh Ali Thanthawi. Namanya disebut oleh Syekh Ali dalam kitabnya Dzikrayat. Dan hal ini sangat membanggakan Dr Jihad.

Di usianya yang sudah lanjut, Dr. Jihad masih semangat untuk kuliah. Ia ingin sekali mendalami ilmu kedokteran. Akhirnya di usianya yang ke 75, ia berhasil mendapatkan titel PHD dalam bidang kedokteran. 

Ia menceritakan langsung pada Dr. Adnan apa yang ia alami di hari itu, hari ia meraih gelar Doktor dari Universitas Wina Austria.

“Pada hari yang seharusnya sangat bersejarah dan membahagiakan bagi diriku karena mimpiku sejak lebih dari dua puluh tahun untuk mempelajari bidang medis telah tercapai, ternyata menjadi hari yang sangat buruk dan menyedihkan dalam hidupku. Sepulang dari acara penganugerahan gelar itu, aku berniat untuk bunuh diri. Tapi sebelumnya aku shalat dulu dua rakaat. Aku berharap shalat ini bisa meringankan sedikit dosaku.”

Dr Adnan bertanya, “Mengapa engkau sampai berpikir demikian, Dr?” 

Ia menjawab, “Dua puluh tahun lamanya aku mengejar mimpi ini. Mimpi menjadi seorang dokter. Tapi ketika hal itu aku peroleh, tak seorang pun yang datang padaku untuk mengatakan, “Selamat ya…”. Tak seorang pun yang datang untuk turut berbahagia bersamaku. Aku merasakan kehampaan. Seolah hidup ini tiada berguna.

Aku pun mengambil pistol untuk bunuh diri. Tapi sebelum aku sempat melakukannya, tiba-tiba ada sosok putih berdiri di dekat pintu dan melihat ke arahku dengan sangat tajam. Sosok itu mengingatkanku akan berbagai nikmat yang telah aku rasakan selama ini. Apakah hanya karena tidak ada yang memberikan pujian dan apresiasi di hari yang bersejarah ini, aku lalu memutuskan untuk bunuh diri? Apakah aku sekerdil itu?

Itu menyadarkanku. Tiba-tiba aku merasakan kebahagiaan, ridha dan ketenangan yang luar biasa. Sangat kontras dengan apa yang aku rasakan beberapa saat yang lalu. Ternyata nikmat yang aku rasakan selama ini jauh lebih besar dari sedikit cobaan yang aku terima hari ini.”

 

Satu pujian bisa jadi nafas baru bagi orang yang dipuji. Satu apresiasi bisa jadi semangat baru bagi yang diapresiasi. Nafas dan semangat yang akan merubah dirinya menjadi lebih baik dan bermanfaat, bagi dirinya dan orang-orang di sekitarnya. “Jangan terlalu pelit memuji. Tapi di saat yang sama janganlah berharap untuk dipuji.”    

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement