REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di masa-masa jelang pemilu, dana kedermawanan publik seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf rentan berpotensi dimanfaatkan untuk kepentingan elektoral. Untuk mencegah hal tersebut, Forum Zakat (FoZ) mengkaji adanya potensi dana kedermawanan publik untuk kepentingan elektoral.
“Regulasi zakat tidak secara ketat mengatur relasi interaksi antara institusi zakat negara dengan para aktor politik, terutama pejawat dengan kewenangannya. Fenomena penyaluran bantuan zakat masyarakat yang menggunakan atribut partai banyak mendapatkan respons dari masyarakat," ujar Ketua Bidang Advokasi Forum Zakat, Arif R Haryono, dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Senin (9/1/2023).
Untuk itu, ia tergerak mendiskusikan hal tersebut secara terbuka dan komprehensif agar dapat dilakukan evaluasi secara menyeluruh. Pernyataan ini ia sampaikan saat memberi sambutan Diskusi Ruang Tengah ‘Menangkal Pemanfaatan Dana Kedermawanan Publik untuk Kepentingan Elektoral’, Jumat (6/1/2023).
Kepala Subdit Akreditasi dan Audit Lembaga Zakat Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf (Ditzawa) Ditjen Bimas Islam Muhibuddin mengatakan dana zakat yang dikelola pemerintah memang memiliki potensi disalahgunakan. Maka itu, perlu kehati-hatian dalam menggunakan dana zakat.
Etika penggunaan dana zakat sendiri sudah diatur dalam Perbaznas No.1/2018. Kementerian Agama pun sudah membuat sejumlah aturan untuk mengatur dana zakat tersebut. Muhibuddin menyebut, pengelolaan dana zakat harus sesuai dengan aturan agama dan tidak boleh digunakan untuk kepentingan elektoral.
“Jangan sampai untuk mendongkrak kepentingan pribadi, sehingga mencederai kepercayaan publik. Ini erat kaitannya dengan risiko reputasi yang kita miliki, (dana zakat) harus kita kelola,” ucap dia.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka. Ia juga menegaskan dana kedermawanan publik tidak boleh digunakan untuk kampanye.
"Apa yang terjadi dapat jadi momentum kita, untuk segera melihat bagaimana komisi etik bekerja serta mengaktifkan sistem pengecekan, sistem monitoring, sistem pelaporan dari lembaga-lembaga amil zakat termasuk juga dari Baznas untuk bisa lebih bicara akuntabilitas, netralitas dan juga profesionalitas,” katanya.
Dalam hal pengawasan, ia menyampaikan masih banyak pekerjaan rumah yang tentu harus diperkuat. Perihal ini pun disebut akan dibahas di DPR. Agenda Diskusi Ruang Tengah ini diselenggarakan secara daring. Acara tersebut dihadiri oleh 75 peserta dari pegiat zakat, akademisi, perwakilan pemerintah, serta kalangan media massa.