REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Uni Emirat Arab (UEA) dan China menyerukan pertemuan Dewan Keamanan PBB setelah Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Israel, Itamar Ben-Gvir, memasuki halaman Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur yang diduduki di tengah peringatan kerusuhan. Ben-Gvir masuk dengan membawa pasukan militer Israel.
Kunjungan tersebut menuai kecaman keras di seluruh dunia, dengan AS, sekutu terdekat Israel, mengungkapkan keprihatinan mendalam atas perkembangan terakhir. Dewan Keamanan PBB, diperkirakan akan menggelar sidang pada Kamis (4/1/2023).
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, Ned Price, juga menyampaikan keprihatinannya atas tindakan Israel. "Kami sangat prihatin dengan setiap tindakan sepihak yang berpotensi memperburuk ketegangan, karena kami ingin melihat yang sebaliknya terjadi," kata Price, dilansir Anadolu Agency, Rabu (4/1/2023).
Price juga menekankan, AS berdiri teguh untuk pelestarian status quo bersejarah sehubungan dengan situs suci di Yerusalem. Dia menambahkan bahwa setiap tindakan sepihak yang melemahkan status quo tidak dapat diterima.
Bagi umat Islam, Al-Aqsa mewakili situs tersuci ketiga di dunia. Orang Yahudi, menyebut daerah itu Temple Mount, dengan mengatakan itu adalah situs dua kuil Yahudi di zaman kuno. Israel menduduki Yerusalem Timur, tempat al-Aqsa berada, selama Perang Arab-Israel 1967. Itu menganeksasi seluruh kota pada tahun 1980 dalam suatu langkah yang tidak pernah diakui oleh komunitas internasional.
Arab Saudi dan Uni Emirat Arab termasuk di antara negara-negara yang mengutuk kunjungan menteri keamanan nasional ekstrem kanan baru Israel ke kompleks masjid Al-Aqsa Yerusalem. Tindakan Itamar Ben-Gvir telah membuat marah warga Palestina, sementara Amerika Serikat memperingatkan langkah-langkah yang dapat merusak status quo.
Yordania memanggil duta besar Israel untuk menyampaikan pesan protes tentang kecerobohan menteri keamanan nasional Israel dalam menyerbu masjid Al-Aqsa yang diberkati". Iran menyebut serbuan ke halaman Masjid Al Aqsa itu sebagai pelanggaran peraturan internasional dan penghinaan terhadap nilai-nilai dan kesucian umat Islam.