REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rukun Islam yang ketiga adalah membayar zakat. Maksudnya memberikan zakat kepada mustahik atau orang-orang yang berhak menerima zakat. Zakat diberikan sesegera mungkin kepada mustahik ketika memungkinkan memberikannya serta wajib meratakannya, dalam artian semua mustahik yang ada mendapatkan bagiannya.
Syekh Allamah Muhammab bin Umar an-Nawawi al-Banteni dalam Kitab Syarah Kasyifah as-Saja Fi Syarhi Safinah an-Naja menjelaskan bahwa mustahik zakat ada delapan golongan. Berikut adalah delapan golongan penerima zakat dan pengertiannya.
1. Fakir
Pengertian fakir adalah orang yang tidak memiliki harta halal dan pekerjaan halal sama sekali. Maksud pekerjaan di sini adalah pekerjaan mencari kehidupan ekonomi.
2. Miskin
Pengertian miskin yaitu orang yang memiliki harta atau pekerjaan atau memiliki dua-duanya yang masing-masing dari harta dan pekerjaannya tersebut atau gabungan dari harta dan hasil pekerjaannya tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhannya.
3. Amil
Amil adalah orang yang bertugas mengambil harta zakat dari orang-orang yang membayar zakat. Amil orang yang menulis harta zakat yang diberikan oleh pemberi. Amil orang yang membagikan harta zakat kepada para mustahik. Hasyir atau orang yang mengumpulkan para pengeluar zakat atau para mustahiknya, bukan qodhi dan wali.
4. Muallaf
Muallaf dapat menerima zakat apabila imam memberikan jatah zakat untuknya. Muallaf dibagi menjadi empat. Pertama, orang yang telah masuk Islam tetapi masih memiliki keimanan yang lemah sekiranya kelemahan imannya ini masih dianggap sebagai iman.
Kedua, orang yang telah masuk Islam dan memiliki iman kuat tetapi ia memiliki kehormatan tinggi di kalangan kaumnya yang non Muslim. Maka dengan memberinya zakat diharapkan kaumnya yang non Muslim akan masuk Islam.
Ketiga, orang yang telah masuk Islam yang keberadaannya dapat menjauhkan orang-orang Muslim dari sikap buruk orang-orang non Muslim yang ada di sekitarnya. Keempat, orang yang telah masuk Islam yang keberadaannya dapat menjauhkan orang-orang Muslim dari sikap buruk orang-orang yang enggan membayar zakat.
5. Budak
Yang dimaksud dengan ‘budak’ dalam mustahik zakat adalah budak-budak mukatab karena selain mereka adalah budak-budak murni yang dicegah memiliki zakat.
Budak Mukatab adalah budak yang terikat transaksi kitabah. Transaksi kitabah adalah transaksi merdeka (dari status budak) atas dasar kesepakatan harta dalam jumlah tertentu yang dicicil sebanyak dua kali atau lebih dalam jangka waktu tertentu.
6. Ghorim
Ghorim yaitu orang yang memiliki hutang. Ghorim dibagi menjadi tiga jenis. Pertama, orang yang berhutang untuk dirinya sendiri, baik hutang tersebut untuk urusan yang diperbolehkan syariat atau tidak, dan meskipun hutang tersebut dibelanjakan dalam hal maksiat atau dalam hal yang tidak diperbolehkan syariat, dan ia telah bertaubat, dan taubatnya dianggap serius, atau ia membelanjakan hutang tersebut dalam urusan yang diperbolehkan syariat. Maka orang ini diberi zakat disertai rasa butuhnya pada zakat itu, misalnya karena waktu membayar hutang telah jatuh tempo tetapi ia tidak mampu melunasinya.
Kedua, orang yang berhutang karena tujuan untuk mendamaikan perselisihan yang terjadi di antara masyarakat, misalnya ia kuatir akan terjadi fitnah antara dua suku atau kabilah yang saling berselisih disebabkan permasalahan adanya korban yang mati, meskipun bukan manusia, bahkan meskipun seekor anjing, kemudian ia rela berhutang dan menanggung beban hutang karena tujuan menghindari terjadinya fitnah antar dua kubu tersebut. Maka orang yang berhutang ini diberi zakat meskipun ia adalah orang yang kaya.
Ketiga, orang yang berhutang karena tujuan menanggung hutang orang lain. Maka orang ini diberi zakat apabila ia dan orang yang ditanggung hutangnya adalah fakir miskin.
7. Sabilillah
Sabilillah yaitu orang-orang yang berperang jihad di jalan Allah serta tidak memiliki jatah bagian harta dari Baitul Maal. Maka mereka diberi zakat meskipun mereka kaya, karena bertujuan untuk menolong mereka dalam berperang.
8. Ibnu Sabil (Musafir)
Ibnu Sabil dibagi menjadi dua jenis. Pertama, Ibnu Sabil Majazi, yaitu orang yang melakukan perjalanan jauh yang bermula dari daerah zakat. Kedua, Ibnu Sabil Hakiki, yaitu musafir yang melewati daerah harta zakat di tengah-tengah perjalanan.
Ibnu Sabil Majazi atau Hakiki diberi zakat apabila ia membutuhkannya, jika ia kekurangan bekal yang dapat membiayainya untuk sampai di tempat tujuan atau untuk sampai di tempat hartanya berada. Oleh karena itu, musafir yang tidak memiliki harta sama sekali diberi jatah zakat.
Disyaratkan bagi orang yang mengambil atau menerima zakat adalah merdeka, Islam, dan bukan termasuk keturunan Nabi Muhammad SAW.