Sabtu 31 Dec 2022 01:25 WIB

100 Mantan Diplomat Israel Kritik Pemerintahan Baru Netanyahu

Beberapa komunitas Yahudi Amerika terang-terangan menentang pemerintah Israel baru.

Rep: Gumanti Awaliyah / Red: Ani Nursalikah
 Perdana Menteri Israel yang baru dilantik Benjamin Netanyahu bersulang selama rapat kabinet di Yerusalem, Israel, 29 Desember 2022. 100 Mantan Diplomat Israel Kritik Pemerintahan Baru Netanyahu
Foto: EPA-EFE/ARIEL SCHALIT / POOL
Perdana Menteri Israel yang baru dilantik Benjamin Netanyahu bersulang selama rapat kabinet di Yerusalem, Israel, 29 Desember 2022. 100 Mantan Diplomat Israel Kritik Pemerintahan Baru Netanyahu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lebih dari 100 mantan diplomat Israel, termasuk duta besar, telah menandatangani surat kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang memperingatkan pemerintahan sayap kanan yang baru akan merusak kedudukan global Israel, dan dapat mengarah pada penyelidikan internasional terhadap pendudukan Israel di wilayah Palestina.

Surat itu datang ketika pemerintah Netanyahu secara resmi dilantik pada Kamis (29/12/2022), mengantarkan kabinet sayap kanan baru yang telah berjanji untuk menempatkan perluasan permukiman Israel di Tepi Barat -yang dianggap ilegal menurut hukum internasional- di atas prioritasnya.

Baca Juga

"Kekhawatiran ini diperparah oleh pernyataan publik yang dibuat oleh calon pejabat senior di pemerintahan dan Knesset, laporan tentang perubahan yang diharapkan dalam kebijakan Israel di Yudea-Samaria/Tepi Barat, serta beberapa undang-undang yang mungkin ekstrem dan diskriminatif yang menindas minoritas,” demikian pernyataan dalam surat itu seperti dilansir dari Middle East Eye, Jumat (30/12/2022).

Para diplomat juga menilai, kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah baru, termasuk perluasan permukiman, berpotensi memperburuk hubungan antara Israel dan komunitas Yahudi di seluruh dunia, begitupun citra Israel di mata internasional. Beberapa bagian dari komunitas Yahudi Amerika terang-terangan menentang pemerintah Israel yang baru.

Ratusan rabi di kota-kota metropolitan besar menandatangani surat yang bersumpah untuk memblokir anggota blok politik Zionisme Religius, yang merupakan bagian dari koalisi berkuasa Netanyahu. Dan bahkan sebelum ini, persepsi tentang Israel dalam komunitas Yahudi di AS menjadi lebih kritis.

Setelah Israel mengebom Gaza Mei lalu, 25 persen pemilih Yahudi Amerika mengatakan Israel adalah negara apartheid, dalam jajak pendapat yang dilakukan oleh Jewish Electorate Institute. Menurut survei, 22 persen juga setuju Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina.

Dan jajak pendapat lain dari awal tahun ini menunjukkan kurang dari satu persen pemilih AS dari Partai Demokrat memandang Israel sebagai salah satu dari dua sekutu utama Washington di dunia. Jajak pendapat itu menantang pandangan luas di Washington bahwa hubungan AS-Israel sangat ketat dan bipartisan.

Koalisi baru yang berkuasa di Israel termasuk anggota Zionisme Religius, yang memenangkan 14 kursi dalam pemilu November, mencalonkan diri bersama dengan Otzma Yehudit (Kekuatan Yahudi), dan Noam yang memperjuangkan nilai-nilai keluarga konservatif. Tiga faksi terpecah setelah pemilihan dan mengadakan negosiasi koalisi terpisah.

Bezalel Smotrich, seorang homofobia dan aktivis pemukim yang dideklarasikan sendiri, dilantik sebagai menteri keuangan dan juga menjabat dalam kementerian pertahanan Israel, dengan pengawasan kebijakan sipil Israel di Tepi Barat yang diduduki. Sementara itu, Itamar Ben Gvir, yang sebelumnya dihukum di Israel karena menghasut rasisme dan mendukung organisasi teroris, dilantik sebagai menteri keamanan nasional.

Surat itu menambahkan resolusi PBB agar Mahkamah Internasional (ICJ) mempertimbangkan pendudukan Israel akan sangat dipengaruhi oleh kebijakan dan tindakan pemerintah baru. Bulan lalu, komite dekolonisasi PBB mengadopsi rancangan resolusi Palestina yang meminta pendapat penasehat dari ICJ tentang pendudukan Israel atas tanah Palestina sejak 1967.

Resolusi tersebut meminta ICJ untuk segera mempertimbangkan pendudukan, penyelesaian dan aneksasi berkepanjangan Israel atas wilayah Palestina, yang dinilai melanggar hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri. Resolusi itu merujuk pada tanah Palestina yang diduduki Israel sejak perang 1967: Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur. Namun, langkah tersebut masih membutuhkan persetujuan dari Majelis Umum PBB.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement