REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR— Sebanyak 1.074 guru Pendidikan Agama Islam (PAI) tingkat SD dan SMP se-Kabupaten Bogor masih berstatus honorer. Ribuan guru tersebut tengah menanti surat keputusan (SK) untuk segera diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Bogor, Agus Salim, menyebutkan masih ada 1.074 guru honorer PAI yang belum terakomodir menjadi PPP3. Hal itu terjadi lantara rekomendasi dan verifikasi yang tak kunjung selesai, sehingga masih menjadi pekerjaan rumah (PR) Pemkab Bogor.
“Kami sempat marah di Rapat Badan Anggaran, masalahnya di mana? Dinas Pendidikan, Kementerian Agama (Kemenag), atau Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM)? Ternyata nggak terkejar saat ketok palu APBD 2023,” kata Agus Salim dalam Seminar ‘Menjadi Guru Bangsa yang Melahirkan Peradaban dan Berkeadaban’, Sabtu (3/12/2022).
Agus pun meminta maaf lantaran anggaran gaji PPPK untuk guru honorer PAI sebenarnya sudah dialokasikan. Namun, secara aturan belum bisa dialokasikan dan ditetapkan.
Dia pun berharap, pada APBD Perubahan 2023 nanti anggaran untuk PPPK Guru PAI bisa dialokasikan. Sebab ia merasa miris melihat kondisi guru di Kabupaten Bogor, terutama guru agama.
“Guru secara umum masih banyak guru honorer yang masih jadi PR kami. Karena kaitannya dengan pusat. Di sisi lain guru agama jadi prioritas,” tegasnya.
Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Bogor, Dadeng Wahyudi, mempertanyakan bagaimana guru bisa menjadi guru bangsa apabila kenyamanan hidupnya masih belum diperhatikan.
“Bagaimana bisa jadi guru bangsa kalau insentifnya teu puguh (tidak jelas)? Sudah diperhatikan kenyamanan hidupnya,” kata Dadeng yang juga Ketua Asosiasi Yayasan Pendidikan Islam (AYPI) Jawa Barat
Ia pun menceritakan, beberapa waktu lalu Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) Kabupaten Bogor mendatangi DPRD Kabupaten Bogor untuk menanyakan nasib SK-nya. Pihaknya pun menghadirkan Disdik Kabupaten Bogor, Kemenag Kabupaten Bogor, dan BKPSDM Kabupaten Bogor.
Dadeng menyebutkan, waktu itu terdapat kesalahan prosedur. Dimana Disdik, Kemenag, dan BKPSDM saling melempar tanggung jawab.
“Akhirnya kita mengadakan rembuk MoU antara Kemenag dan Disdik. Harus lewat Plt Bupati, sudha ditandatangani,” tuturnya.