REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua PWNU DKI Jakarta Dr. KH. Samsul Maarif menjelaskan, semua kitab kuning karya ulama salaf as-shahih yang dikaji di pondok-pondok pesantren selalu dimulai dengan bab al-thaharah yang membahas tentang air dan kebersihan. Menurut dia, pembahasan tersebut luar biasa terlebih dalam konteks hidup di Jakarta mengingat pentingnya persoalan air.
"Apalagi orang Muslim kebutuhan air luar biasa, seperti untuk wudhu saja minimal lima kali sehari dan mandi. Bahkan air menjadi isu gelobal,"ujar Kiai Samsul saat berbicara tentang diskusi perihal “Ketahanan Air di Jakarta dalam Tinjauan Agama” di Hotel Acasia Jakarta Pusat, Rabu (23/11). Acara yang diselenggarakan oleh Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta berkolaborasi dengan PAM JAYA.
Dia menambahkan, sebegitu pentingnya air, sehingga dalam hadits dikatakan bahwa ada tiga hal sebagai milik publik yaitu air, energi, dan pangan. "Karena itu, negara melalui PAM JAYA harus hadir untuk memastikan warganya mendapatkan hak atas air bersih sebagai hak publik bagi warganya,"tambah dia.
ketua LBM PWNU DKI Jakarta KH. Mukti Ali Qusyairi menyatakan, dalam kitab Suluk al-Malik fi Tadbiyr al-Mamalik karya Syekh Syihabuddin Ahmad bin Muhammad bin Aby al-Rabi’, ulama abad ke-3 H yang hidup 12 abad yang silam mengungkapkan, air bersih menjadi hal utama dalam penataan kota. Air harus diperhatikan karena akan digunakan oleh warga baik yang dekat maupun jauh.
"Baru soal infrasturktur jalan, kesehatan, perumahan warga, pembangunan rumah ibadah di pusat kota, pembangunan pasar dan aktivitas ekonomi, keamanan, dan peran ulama, cendekiawan, ilmuan, dan saintis untuk memberikan pendidikan, pencerahan, dan kreativitas,"ujar dia.
Dalam kitab tersebut jelas ditegaskan bahwa pengelolaan air bagi warga adalah kewajiban pemerintah. Pemerintah telah menetapkan PAM JAYA untuk mengelola air bersih bagi warga kota. "Memang harus satu pintu PAM JAYA yang mengelola, tidak banyak pintu, agar tidak ada persaingan antar perusahaan yang nantinya korbannya adalah warga sebagai konsumen,"jelas dia.
Sementara itu, Kiai Taufik Damas menekankan agar harga air semurah mungkin, bila perlu 1 rupiah. Kebutuhan manusia terhadap air sama seperti kebutuhannya terhadap udara dan oksigen. Sebab itu Islam menegaskan bahwa air adalah milik publik. "Untuk itu, air jangan sampai diswastanisasi,"tambah dia.
Direktur Utama PAM JAYA H. Arief Nasrudin sebagai salah satu narasumber menyatakan bahwa “soal air sejatinya bukan soal ketahanan, melainkan soal keamanan. Kalau ketahanan cocoknya untuk pangan dan energi. Sedangkan soal air termasuk menyangkut keamanan kita. Sebab air itu bukan hanya kebutuhan di luar diri kita an sich, melainkan juga kebutuhan inheren kita yang tidak bisa dipisahkan, juga untuk binatang, tumbuh-tumbuhan, pertanian, dan yang lainnya.
Arief melanjutkan, sebetulnya air yang dihasilkan dari pipa PAM JAYA sudah bisa diminum. Hanya saja selama 25 tahun pipa-pinya sudah terkena korosi. Menurut dia,i saat pipa di rumah sudah di atas standar, maka sudah siap diminum. "Jika air PAM sudah siap diminum, maka bisa menekan efisiensi 300.000 sampai 600.000 perbulan. Saat ini, masyarakat umum tidak sadar bisa menghabiskan 900.000 untuk air,"kata dia.
Dia menjelaskan, kebutuhan air terbilang tinggi di ibu kota yang memiliki 14 juta warga pada siang hari dan 11 juta warga malam hari. Dia pun mendorong erlu adanya revitalisasi pipa-pipa air PAM JAYA, agar seluruh air bukan hanya bisa untuk mandi tapi juga bisa untuk minum Kembali, agar bisa menghemat. Karena itu, PAM JAYA penting berkolaborasi dengan PWNU DKI Jakarta untuk melakukan sosialisasi ini ke masyarakat akar rumput.