Rabu 16 Nov 2022 09:46 WIB

Belgia Batalkan Surat Perintah Penangkapan Imam Prancis

Kelompok HAM mengatakan kasus itu bagian dari tindakan keras terhadap Muslim Prancis.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Ani Nursalikah
Beberapa organisasi masjid di Prancis memprotes keputusan Kementerian Dalam Negeri yang mendeportasi imam Muslim terkenal Hassan Iquioussen. Deportasi dilakukan kepada Hassan karena beberapa tuduhan yang menurut komunitas Muslim tidak berdasar. Belgia Batalkan Surat Perintah Penangkapan Imam Prancis
Foto: Anadolu Agency
Beberapa organisasi masjid di Prancis memprotes keputusan Kementerian Dalam Negeri yang mendeportasi imam Muslim terkenal Hassan Iquioussen. Deportasi dilakukan kepada Hassan karena beberapa tuduhan yang menurut komunitas Muslim tidak berdasar. Belgia Batalkan Surat Perintah Penangkapan Imam Prancis

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Pengadilan Belgia memutuskan membatalkan surat perintah penangkapan imam Prancis-Maroko Hassan Iquioussen. Pria tersebut dituduh membuat pernyataan kebencian.

Pengadilan banding memutuskan pelanggaran tersebut bukan kriminal berdasarkan hukum Belgia, sekaligus menolak surat perintah penangkapan Eropa. Kementerian Dalam Negeri Prancis ingin mendeportasi Iquioussen ke Maroko karena diduga mengeluarkan pernyataan yang menghasut kebencian, diskriminasi dan kekerasan, terutama terhadap perempuan dan komunitas Yahudi.

Baca Juga

Pengadilan di Mons menguatkan putusan pengadilan rendah, yang menolak surat perintah penangkapan Eropa yang dikeluarkan untuk Iquioussen. "Fakta yang menjadi dasar surat perintah penangkapan ini bukan merupakan pelanggaran hukum Belgia. Itu tidak valid, jadi kami tidak akan mengeksekusinya," kata perwakilan pengadilan banding Mons, dikutip di The National News, Rabu (16/11/2022).

Pengacara Iquioussen, Lucie Simon, merayakan putusan tersebut. Ia menyebut tidak ada pelanggaran yang dilakukan di Belgia dan pihaknya juga menganggap tidak ada pelanggaran terjadi di Prancis.

Beberapa kelompok HAM mengatakan kasus itu merupakan bagian dari tindakan keras yang lebih luas terhadap minoritas Muslim Prancis. Imam Hassan Iquioussen berhasil menantang perintah deportasi awalnya ke Maroko.

Hal ini terjadi ketika pengadilan administrasi Paris memutuskan keputusan deportasi akan menjadi campur tangan yang serius dan tidak proporsional terhadap haknya, untuk menjalani kehidupan pribadi dan keluarga yang normal. Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin menentang putusan itu.

Pada Agustus di Dewan Negara, ia memutuskan perintah deportasi dibenarkan. Dewan Negara bertindak sebagai mahkamah agung untuk keadilan administratif di Prancis

Iquioussen pun memutuskan berangkat ke Belgia setelah keputusan itu. Liga Hak Asasi Manusia Prancis, sebuah organisasi non-pemerintah, mengatakan Dewan Negara telah dipengaruhi secara politik.

Adapun terkait keputusan pengadilan banding Belgia, Kementerian dalam negeri Prancis mengatakan Dewan Negara telah memutuskan berdasarkan hukum dan menolak mengomentari hal ini. Sementara itu, meski Iquioussen menang di pengadilan Belgia, putusan Belgia tidak akan berdampak pada hukum Prancis.

Empat pengacara imigrasi dan empat hakim administrasi menyatakan keprihatinannya, yang menyebut keputusan Dewan Negara dapat menciptakan preseden hukum yang mengurangi hak-hak imigran di Prancis.

Salah satu hakim tersebut, Maguy Fullana, yang juga merupakan wakil dari serikat hakim administratif, mengatakan keputusan Dewan Negara dapat mempengaruhi bagaimana hakim menyeimbangkan gangguan ketertiban umum dengan hak atas kehidupan pribadi.

“Jika ada kasus deportasi imam lainnya, akan sulit untuk mengabaikan keputusan Dewan Negara,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement