Sabtu 12 Nov 2022 05:55 WIB

Dulu Anggap Islam Agama Alien, Ini yang Yakinkan Mualaf Chris Skellorn Malah Bersyahadat

Mualaf Chris Skellorn bersyahadat usai menemukan kebenaran Islam

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nashih Nashrullah
Isa Chris Skellorn. Mualaf Chris Skellorn bersyahadat usai menemukan kebenaran Islam
Foto: Dok Istimewa
Isa Chris Skellorn. Mualaf Chris Skellorn bersyahadat usai menemukan kebenaran Islam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Perasaan benci mewarnai perjumpaan awal Isa Chris Skellorn dengan Islam. Lelaki asal Leeds, Inggris, itu semula menganggap agama tersebut sebagai sesuatu yang asing (alien) bagi orang-orang Britania dan Eropa umumnya.

Waktu itu, ia memandang ajaran Nabi Muhammad SAW sangat mengancam eksistensi kebudayaan Barat. 

Baca Juga

Untuk mengekspresikan kebenciannya, Chris Skellorn cukup aktif di internet. Melalui akun media sosialnya, ia menyebarkan hasutan-hasutan yang bernada Islamofobia. Tujuannya untuk meyakinkan orang-orang, Islam adalah virus yang menakutkan bagi kehidupan modern. 

Di satu sisi, ketika belum menjadi seorang mualaf, Chris mudah terpengaruh pelbagai pemberitaan tentang terorisme yang acap kali disangkutpautkan dengan Islam. 

Sebagai contoh, serangan teroris di London pada 7 Juli 2005. Peristiwa nahas itu menelan 52 korban jiwa dan mengakibatkan ratusan orang luka-luka. Oleh berbagai media massa, para pelaku bom bunuh diri itu dicap sebagai kelompok teroris Islamis. 

Di sisi lain, Chris sendiri memiliki pengalaman buruk saat masih muda. Sebagai siswa SMA, ia termasuk korban perundungan (bullying). Dan, beberapa perundungnya adalah anakanak keturunan Pakistan yang satu sekolah dengannya. Berkali-kali, ia menerima hantaman dan pukulan dari mereka sehingga membuatnya trauma. 

Begitu lulus dari SMA, cara pandang Chris terhadap dunia makin monokrom. Baginya, semua orang Islam adalah musuh yang mesti dienyahkan. Ajaran agama ini baginya hanyalah pendatang yang tidak pantas berada di Inggris, tanah airnya. 

Di bangku kuliah, ia diajak seorang kawannya untuk bergabung dengan gerakan Liga Pertahanan Inggris (English Defence League/EDL). Organisasi yang didirikan lima tahun sesudah Peristiwa Bom London itu menganut paham politik sayap-kanan ekstrem. Ideologinya, antara lain, adalah Islamofobia. 

Bagai gayung bersambut, Chris merasa sangat cocok dengan EDL. Sejak terdaftar sebagai anggota gerakan tersebut, ia pun aktif dalam berbagai unjuk rasa anti-Islam. Pemuda itu bertemu dengan banyak orang sebayanya yang juga menaruh antipati terhadap Muslimin. 

“Awalnya, aku tidak tahu bahwa itu (EDL) adalah sebuah organisasi. Kupikir, aku hanya berkumpul dengan orang-orang yang sepemikiran denganku mengenai masalah besar yang dihadapi kita semua, yakni Islam,” ujar Isa Chris Skellorn kepada Leeds Live, seperti dikutip Republika.co.id beberapa waktu lalu. 

Lingkaran pertemanannya di EDL mengubah pribadinya. Chris mulai menyukai minuman keras, bahkan menenggak khamar sampai mabuk. Ia pun tidak ragu-ragu untuk mengonsumsi narkoba. Komunikasinya dengan orang tua tidak lagi baik.

Chris menceritakan pengalaman pertamanya ikut demonstrasi EDL di Leeds. Sebelum turun ke jalan, ia ikut dengan kawan-kawannya untuk membicarakan isi orasi yang hendak disampaikan dalam aksi.

Yang jelas, spanduk dan baliho yang akan dikibarkan mesti memuat pesan anti- Islam yang kuat. Rasanya waktu itu aku sangat antusias. Ikut demonstrasi seperti ikut menonton pertandingan sepak bola di stadion, katanya.

Dua tahun lamanya Chris menjadi anggota EDL Leeds. Belakangan, ia menyadari bahwa dalam masa itu dirinya hanya membebek para petinggi organisasi. Tidak pernah sekalipun terlintas dalam benaknya untuk mengenal atau mencari tahu sendiri segala hal tentang Islam.

Baca juga: Mualaf David Iwanto, Masuk Islam Berkat Ceramah-Ceramah Zakir Naik tentang Agama

Chris awalnya mengira, Islam adalah agama yang seharusnya dipeluk oleh orang-orang non- Eropa saja. Barulah sesudah lewat dua tahun aktif di EDL, ia mafhum bahwa Muslim bukanlah identik dengan kebangsaan tertentu.

Katakanlah, Arab ternyata tidak sama dengan Islam. Bahkan, di dunia Arab pun ada banyak pemeluk Kristen, misalnya.

Pada faktanya, negara dengan jumlah Muslimin terbanyak justru bukan negeri mana pun di Timur Tengah, melainkan Indonesia sebuah republik di Asia Tenggara.

"Islam adalah agama yang mengatasi golongan etnis, kebangsaan, ras, atau warna kulit. Selama dua tahun di sana (EDL), aku hanya menerima dan menerima apa kata orang. Aku belum sampai pada kesadaran, sesungguhnya banyak yang tidak kupahami tentang Islam," ucapnya. 

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement