REPUBLIKA.CO.ID, SOLO–Muktamar Ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah tinggal menghitung hari. Demi memeriahkan acara, Muhammadiyah menggelar Muktamar Talk bersama Najwa Shihab di Edutorium KH Ahmad Dahlan, Universitas Muhammadiyah Solo (UMS) Kamis, (10/11/2022) malam.
Dalam acara Muktamar Talk tersebut setidaknya dihadiri 11.000-an penonton yang berasal berbagai daerah. Mulai dari Surakarta, Sukoharjo, Karanganyar, Boyolali, Sragen, Klaten, Wonogiri, Grobogan, Pati dan Ngawi.
Tajuk dari acara tersebut adalah “Merawat Indonesia” yang mana Najwa dan Muhammadiyah hadir spesial di Solo dalam rangkaian Muktamar Muhammadiyah & Aisyiyah ke-48 memaknai persatuan, kebhinekaan, dan kebangsaan dalam membangun peradaban umat. Saat kondisi negeri sedang menyambut tahun politik dan tantangan ke depan yang semakin beragam, perlu kemudian dibahas apa yang bisa dilakukan untuk tetap bisa merawat Indonesia.
Acara dipandu secara langsung Najwa Shihab, acara ini menghadirkan beberapa narasumber. Mulai dari Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Zulfa Mustofa, Wakil Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) PP Muhammadiyah Rahmawati Husein, dan Founder Drone Emprit Ismail Fahmi.
Dalam sesi pertama Najwa berhadapan dengan tokoh Muhammadiyah, Abdul Muti. Sedangkan pembahasannya adalah soal kesalehan digital yang menjadi salah satu isu di pembahasan Muktamar disinggung oleh Najwa Shihab.
"Sebagaimana kita ketahui kita hidup di era digital, saya rasa dengan gadget mereka bisa share dan browsing kemana kemana. teknologi digital itu hal yang positif baik kita gunakan teknologi informasi mencerahkan bukan informasi yang mencerahkan. Kita berharap teknologi digunakan untuk menyebarkan kebenaran bukan hoax, juga agama dan solidaritas dengan kita itu namanya kesalehan digital," terangnya.
Selain itu, ketika disinggung soal menjelang tahun pemilu oleh Najwa dan bagaimana Muhammadiyah mengambil sikap terkait hal tersebut Abdul juga mengatakan beberapa hal. Salah satunya adalah perihal sikap terhadap politik, khususnya kefanatikan.
"Pertama jangan terlalu fanatik soal politik, kalau kata orang Jawa politik itu sudah pol masih bisa diotak atik, politik itu adalah seni dalam memerintah. Politik bukan sekedar partai politik atau meraih kekuasaan saja tapi dalam mengelola dalam menyelenggarakan kerja," terangnya.
Selain itu, Abdul juga mengatakan bahwa jika agama digunakan untuk kepentingan politik itu dikhawatirkan merusak agama demi mendapatkan kekuasaan. Abdul menegaskan bahwa hal tersebut tidak boleh terjadi.
"Karena itu Muhammadiyah mendorong tidak ada berpolitik dan kita lebih mendorong apabila berpolitik jadilah negarawan jadilah orang yang mengedepankan kepentingan bangsa dan bernegara bukan pribadi atau golongan," pungkasnya.