Ahad 06 Nov 2022 03:05 WIB

100 Tahun Sejak Masjid Pertama Prancis Dibangun, Perjuangan Muslim Terus Berlanjut

Muslim Prancis kini kekurangan tempat sholat.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Ani Nursalikah
Salah satu Imam di Masjid Agung Paris, Prancis memberikan khutbah Jumat. 100 Tahun Sejak Masjid Pertama Prancis Dibangun, Perjuangan Muslim Terus Berlanjut
Foto: EPA-EFE/MOHAMMED BADRA
Salah satu Imam di Masjid Agung Paris, Prancis memberikan khutbah Jumat. 100 Tahun Sejak Masjid Pertama Prancis Dibangun, Perjuangan Muslim Terus Berlanjut

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Hubungan Prancis dan komunitas Muslim semakin terlihat sulit dibandingkan dulu. Padahal Prancis berutang budi pada komunitas Muslim atas bantuannya selama Perang Dunia I. Sebagai bentuk rasa terima kasih, Masjid Agung Paris dibangun pada 1922.

Masjid Agung Paris merupakan masjid tertua dan paling banyak dikunjungi di Prancis. Bangunan tersebut memiliki menara setinggi 33 meter yang dilengkapi dengan dekorasi yang rumit. Ditambah, hiasan taman membuat area masjid menjadi indah.

Baca Juga

Kala itu, negara mendukung pembiayaan pembangunan masjid. Sayangnya, seratus tahun kemudian, hubungan antara pemerintah dan Muslim di Prancis kian memburuk. Komunitas Muslim harus menghadapi sejumlah tantangan. Tidak sering pengajuan pembangunan masjid ditolak oleh pemerintah dengan alasan masalah administrasi atau pendanaan.

Inilah yang terjadi pada Muslim di Nanterre. Setiap Jumat, selalu ada antrean panjang jamaah yang mencoba memasuki masjid. Mereka rela datang lebih awal agar mendapatkan tempat di dalam masjid untuk menjalankan rutinitas sholat Jumat.

“Kami sungguh frustasi tidak bisa beribadah dengan ternang seperti orang lain. Di dalam ruangan, kondisi penuh dan sesak,” kata salah seorang jamaah di Masjid Ibn Badis Mohamed.

Menurut laporan dari pemerintah, ada 2.500 masjid yang digunakan oleh lebih dari 5 juta Muslim di Prancis. Tim manajemen masjid di Nanterre putus asa mencari solusi agar bisa beribadah dengan tenang, seperti mencoba membeli gedung sekolah.

"Ada banyak ruangan, termasuk aula yang dapat menampung hingga 1.500 jamaah," kata Presiden Institut Ibn Badis, Rachid Abdouni.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement