Selanjutnya, mentor disebut harus mengidentifikasi mualaf yang tertarik untuk membantu mereka. Kelompok ini lantas menyediakan dukungan dan bertemu setidaknya sebulan sekali.
Langkah ketiga adalah memastikan setiap masjid memiliki materi pendidikan yang tepat, situs web yang direkomendasikan, maupun fasilitas yang baik untuk pengalaman pendidikan para mualaf. Terakhir, ia menyebut masjid bisa mengadakan acara sosial untuk mualaf, terutama di sekitar hari libur besar yang dapat memberi mereka rasa memiliki kelompok.
Pembicara kedua, Tamara Gary, kemudian menyarankan tiga faktor kunci untuk membuat masjid lebih ramah bagi mualaf. Hal pertama adalah merefleksikan seperti apa konsep yang dimiliki tentang ruang suci dan apa tujuan masjid.
"Tujuan utama dari aula atau tempat ibadah adalah doa, ibadah dan khutbah. Kita harus memastikan orang yang bertobat memiliki akses ke ruang utama itu," katanya.
Kedua, ia menyebut keakraban budaya dan pemicu nostalgia positif bisa menjadi langkah lain yang ditempuh. Mualaf datang ke masjid dengan harapan menemukan budaya tertentu, yang sangat sering tidak terpenuhi.
Ia pun mengajak setiap pihak, utamanya pengurus masjid, untuk memikirkan hal-hal apa saja yang bisa memicu nostalgia dan mualaf bisa merasakan perasaan yang baik selama di masjid. Hal ini bisa dilakukan dengan makanan atau aroma yang enak.
"Ingat bahwa masjid adalah pusat sosial. Sangat penting untuk memasukkan kegiatan dan acara yang membahas kebutuhan sosial dan emosional para mualaf," kata dia.
Pembicara terakhir, Syekh Abdullah Oduro, mengenang pengalamannya dengan masjid selama belajar di Madinah, Arab Saudi. Ia merekomendasikan untuk menyediakan video, seminar dan presentasi bagi mereka yang masih dalam tahap awal belajar dan mengamalkan dasar-dasar Islam. Juga, relevansi budaya sangat penting karena itulah lensa di mana orang melihat untuk menerima sesuatu secara umum.