REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden Prancis Emmanuel Macron mengunjungi Masjid Agung Paris pada Rabu (19/10/2022). Kunjungan Macron ini dilakukan untuk menandai 100 tahun sejak peletakan batu pertama atau pembangunan masjid tersebut.
Macron disambut oleh imam masjid Chems-Eddine Hafiz, sebelum memeriksa sebuah pameran tentang sejarah landmark Paris. Dia juga meletakkan karangan bunga di halaman masjid, yang dibangun untuk memperingati 70 ribu tentara Muslim yang tewas berperang atas nama Prancis selama Perang Dunia Pertama.
Macron ditemani mantan presiden Nicolas Sarkozy dan Menteri Dalam Negeri saat ini Gerald Darmanin. Masjid ini membutuhkan waktu empat tahun untuk dibangun, tetapi batu pertamanya diletakkan pada 19 Oktober 1922.
Dilansir dari The National News, Rabu (19/10/2022), masjid tertua di daratan Prancis ini arsitekturnya menyerupai Spanyol Moor dan menaranya menjulang 33 meter di atas jalan-jalan Paris. Rumah ibadah ini adalah titik fokus penting bagi enam juta Muslim Prancis.
Pengaruh masjid memberikan dukungannya kepada Macron pada April ketika Hafiz mendukung upayanya untuk masa jabatan kedua sebagai presiden. Hafiz pada Juli diangkat sebagai perwira Legion d'Honneur Prancis, dalam daftar penghargaan yang dirilis bertepatan dengan perayaan Hari Bastille.
Macron memiliki hubungan yang tidak harmonis dengan Muslim Prancis, setelah mempelopori apa yang disebutnya perang melawan separatisme Islam menyusul serangkaian serangan teroris. Dia mengumumkan pembatasan baru pada pembiayaan dan tata kelola masjid untuk memerangi ekstremisme, tetapi bersikeras dia tidak memiliki dendam terhadap Muslim Prancis.
Tahun lalu dia memuji penerapan piagam prinsip oleh dewan Muslim Prancis sebagai "komitmen yang jelas, tegas dan tepat untuk republik", dan kemudian mampir ke masjid pada apa yang disebutnya kunjungan dadakan. Ketika putaran final pemilihan mengadu presiden dengan kandidat sayap kanan Marine Le Pen, Hafiz mendesak para pengikutnya untuk tetap pada Macron.
"Kami tidak berhak mempertaruhkan masa depan anak-anak kami dengan tetap menjadi saksi pasif dari bencana politik," katanya saat itu.