Sabtu 01 Oct 2022 09:33 WIB

Mualaf Sujiman, Pembenci Adzan dan Muslim yang Diperlihatkan Alam Kematian 

Mualaf Sujiman termasuk pembenci suara adzan dan Muslim sebelum bersyahadat

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Nashih Nashrullah
Mualaf Sujiman termasuk pembenci suara adzan dan Muslim sebelum bersyahadat
Foto:

Dalam surat Al Imran ayat 102, disebutkan terjemahan Alquran, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.”

Sejak saat itu dia membeli Alquran terjemahan dan mempelajarinya secara sembunyi-sembunyi. Karena Jiman terlalu malu akibat sejak kecil yang membenci Islam dan tidak berani untuk bertanya. 

Setelah memahami seorang diri, Jiman kemudian bertekad untuk bersyahadat. Pada 2003, dia mulai mencari kyai untuk membimbing.  

Setelah mencari-cari, Jiman bertemu kiai di Salatiga. Jiman mendatangi rumah Kiai Ridwanto dan meminta untuk dibimbing memeluk Islam. 

Kiai terkejut setelah mendengar kisah dan Jiman telah lancar melafalkan syahadat dan Al Fatihah. 

Usai resmi bersyahadat, Jiman lancar belajar sholat hanya tiga hari kemudian khatam Alquran hanya dalam waktu enam bulan.  

Jiman mendalami Islam di Pondok Pesantren Sunan Giri, Salatiga. Setelah belajar Alquran, Jiman kembali ke kampung halamannya. Dan memberitahukan  keislamannya kepada kedua orang tuanya.  

Bersyukur, keluarga menyambut pilihan Jiman. Jiman yang memang memiliki keluarga dengan agama yang beranekaragam memang tidak dipaksa untuk menganut agama tertentu.  

Mereka juga tetap menjalin silaturahim bahkan saling berkunjung meski mereka berbeda agama. 

Hanya saja tantangan justru datang dari lingkungan sekitar. Mengetahui Jiman memeluk Islam, teman-temannya yang non Muslim pun sering berargumentasi. 

Dengan diskusi ini, ternyata hal itu menjadi jalan bagi rekan-rekannya menjadi mualaf mengikuti jejaknya. Keluarga Muslim di kampung Getasan, Semarang pun kini semakin bertambah. 

Jiman pun terus mendampingi mualaf baru di kampungnya agar tak kembali ke agama lamanya atau terpengaruh dengan agama lain. Karena sebagian besar keluarga di lingkungan rumahnya berada dalam situasi ekonomi yang memprihatinkan.    

Dari tujuh keluarga, kini Muslim di kampung Getasan sudah menjadi 57 keluarga. Termasuk Jiman yang kini telah berkeluarga. 

Ada hal menarik bahwa istri dan keluarganya tidak mengetahui jika Jiman seorang mualaf. Baru setelah memiliki anak istri dan keluarganya baru mengetahui Jiman dahulu seorang mualaf. 

"Istri saya mengira saya Islam sejak lahir karena saya tidak terlihat orang yang baru memeluk Islam," ujar dia. 

Untuk memantapkan keimanan mualaf di kampungnya, Jiman biasanya setiap bulan sekali membawa mualaf untuk bermuhasabah diri di pemakaman. 

Bahwa setiap orang akan meninggal dunia dan akan ada kehidupan setelah kematian. 

Setelah muhasabah, mualaf tersebut akan dibawa ke pondok pesantren tempatnya juga mendalami Islam di Pondok Sunan Giri. Setiap malam Rabu, mereka akan mengaji di rumah Jiman dengam mengundang ustadz. 

Jiman pun bersyukur beberapa ormas datang dan membantu muslim yang baru memeluk Islam. Baik dari penguatan aaidah maupun bantuan ekonomi.  

 

Saat ini harapan Jiman terbesar adalah kedua orang tuanya bisa memeluk Islam sebelum wafat. Agar mereka bisa bersama-sama di akhirat kelak.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement