Selasa 20 Sep 2022 20:07 WIB

Air Mata dan Respek Penuh Buya Hamka di Puncak Ketegangan dengan Kiai Farid  

Buya Hamka menaruh rasa hormat yang tinggi kepada sosok KH Farid Ma’ruf.

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Buya Hamka. Ilustrasi. Buya Hamka menaruh rasa hormat yang tinggi kepada sosok KH Farid Ma’ruf
Foto: Google.com
Buya Hamka. Ilustrasi. Buya Hamka menaruh rasa hormat yang tinggi kepada sosok KH Farid Ma’ruf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Salah satu kiai Muhammadiyah yang memiliki jaringan global dan bertaraf internasional adalah Prof Mayjen KH Farid Ma’ruf. Sejak masih muda, ia sudah banyak berkunjung ke luar negeri, yang kebanyakan untuk kepentingan pendidikan.

Setidaknya, ada 18 negara yang sudah dikunjungi olehnya, termasuk Kota Makkah dan sejumlah negara di Eropa.

Baca Juga

Selain itu, Kiai Farid Ma’ruf juga turut berjuang di zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Bahkan, ia harus mendekam di penjara.

Setelah Indonesia meraih kemerdekaan, ia pun terlibat dalam gerakan politik Islam pada era pemerintahan Presiden Soekarno dan beperan dalam bidang pendidikan, sehingga ia dimasukkan dalam buku 100 Tokoh Muhammadiyah yang Menginspirasi.

Di kalangan Muhammadiyah ada saja kelompok yang menghendaki agar Muhammadiyah menjadi partai politik atau menentukan arah politiknya saat pemilihan umum.

Di samping itu, ada juga kelompok yang tetap menghendaki agar Muhammadiyah tidak ikut politik praktis, apalagi menjadi partai politik.

KH Farid Ma'ruf termasuk tokoh Muhammadiyah yang memilih untuk terjun langsung ke dunia politik. Kendati demikian, secara organisasi ia tetap tidak ingin membawa Muhammadiyah terlibat dalam politik praktis. 

Dalam hal ini, Kiai Farid Ma'ruf pun sempat terlibat perdebatan dengan Prof Abdul Malik Karim Amrullah atau yang populer dengan nama Buya Hamka.

Perdebatan itu berawal dari kehebohan yang terjadi di lingkungan Muhammadiyah pada 1960. Saat itu, salah satu tokoh Muhammadiyah, Moelyadi Djoyomartono diangkat  Presiden Soekarno menjadi Menteri Sosial.

Padahal, hubungan Muhammadiyah dengan Bung Karno sedang memburuk menyusul pembubaran Masyumi.

Baca juga: Dulu Panas Dengar Alquran, Mualaf Veronica Bersyahadat Justru Berkat Surat Al Fatihah 

Akhirnya, terjadilah pro dan kontra. Kiai Farid Ma’ruf mendukung Moelyadi menjadi Mensos. Namun, yang tidak setuju menganggap bahwa Muhammadiyah sudah bertekuk lutut di kaki Presiden Soekarno. Puncaknya, Buya Hamka menulis di harian Abadi berjudul Maka Pecahlah Muhammadiyah.

Dalam tulisannya, Buya Hamka menyatakan bahwa ada dua golongan dalam Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yaitu golongan istana dan luar istana. 

Buya Hamka menyebut Kiai Farid Ma’ruf sebagai golongan istana karena berusaha membawa Muhammadiyah ke Istana. Akibatnya, sebagian besar orang Muhammadiyah menyudutkan Kiai Farid Ma’ruf dan Moelyadi. 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement