REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat menganalisis kasus cicitan Eko Kuntadhi di media sosial Twitter yang mengolok-olok ceramah Ustadzah Imaz Fatimatuz Zahra atau akrab disapa Ning Imaz.
Ketua LBH Pelita Umat, Chandra Purna Irawan, menilai Eko Kuntadhi sebenarnya berpotensi pelanggaran sejumlah pasal dalam kasus itu.
Pertama, Chandra menjelaskan Eko Kuntadhi terindikasi dan berpotensi melecehkan tafsir ayat Alquran sehingga Eko dianggap sama saja melecehkan Alquran. Sebab pandangan Ning Imaz ini sejalan dengan pandangan para mufasir, salah satunya, Imam Ibnu Katsir (701-774 H). "Dan dengan demikian dapat dinilai melakukan tindakan penodaan agama," kata Chandra, dalam keterangannya, Sabtu (17/9/8/2022).
Dalam konteks penodaan agama ini, MUI telah mengeluarkan fatwa soal Kriteria Penodaan Agama. Hal ini Dijelaskan dalam fatwa hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ke-7 yang digelar pada 9 November 2021 di Jakarta.
MUI menjelaskan kriteria dan batasan tindakan yang termasuk dalam kategori perbuatan penodaan dan penistaan agama Islam adalah perbuatan menghina, menghujat, melecehkan dan bentuk-bentuk perbuatan lain yang merendahkan Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, Kitab Suci Alquran, ibadah mahdlah seperti sholat, puasa, zakat, dan haji.
"Tindakan Eko Kuntadhi yang terindikasi dan berpotensi melecehkan penjelasan atau tafsir Alquran yang disampaikan Ning Imaz sama saja melecehkan Alquran, dan dapat dinilai memenuhi unsur pasal penodaan agama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156a KUHP," ujar Chandra.
Baca juga: Tahajud Sang Istri Selamatkan Mualaf Izhac dari Dunia Kriminal hingga Bersyahadat
Selain itu, Chandra menyatakan tindakan Eko Kuntadhi tergolong menghina dan merendahkan kredibilitas Ning Imaz yang memiliki kafa'ah (otoritas) untuk menjelaskan tafsir Alquran berdasarkan keilmuan yang dimiliki.
Padahal untuk menjelaskan tafsir Alquran Ning Imaz memiliki sanad ilmu yang kredibel.
"Eko Kuntadhi diduga melanggar ketentuan pasal 310 KUHP terkait menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal," ucap Chandra.
Bahkan, Chandra menyebut Eko dapat dijerat pasal pencemaran dengan UU ITE karena menyampaikan pencemaran itu melalui sarana twitter sehingga, tindakan Eko dapat dinilai memenuhi unsur delik pasal 27 ayat (3) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.